KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat
dan Karuania-Nya sehingga saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan tugas
Makalah ini.
Saya sebagai penyusun mengharapkan semoga Makalah ini dapat
membantu pembaca dalam mempelajari Pembahasan Makalah yang disusun ini, saya
sebagai penulis menyadari, Makalah ini masih jauh dari sempurna,
Maka untuk itu keritik dan saran senantiasa penyusun harapkan,
semoga Makalah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………....…..1
DAFTAR
ISI……………………………………………………………..............2
BAB
I: PENDAHULUAN…………………………………………………...….3
A.
Latar Belakang…………………………………………………….….3
B.
Rumusan Masalah………………………………………….................3
C.
Tujuan Penulisan………………………………………………….......3
BAB
II: PEMBAHASAN………………………………………………….....…4
A.
Tafsir pada masa tabi’in dan tabi’
tabi’in………………...…....................4
B. Penyebaran
tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in……..………...…....5
C.
Nilai dan
Karakteristik Tafsir Masa Tabi’in…………………….…….….7
BAB
III: PENUTUP…………………………………………………..…......…..9
A.
Kesimpulan……………………………………….…………..……..……9
B.
Saran-saran
................................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………..…..…..10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perbedaan
semua hala yang terjadi di masa sekarang dengan masa yang lalu. Dalam hal
tafsir kita juga harus mengerti tafsir-tafsir di masa Nabi Muhammad dan
setelahnya. Di karenakan di masa lalu itu biasanya menjadi pedoman dan acuan
untuk masa sekarang ini. Tafsir penting Karena untuk alat mengambil inti sari
dan maksud dari dalam AL-quran. Di mana bahasa Al-quran itu tidak bisa dengan
perkiraan bahasa lain, karena jika kita salah artikan bisa-bisa semua hukum
yang di ambil salah dan bisa keluar dari jalan kaidah Islam.
Kita
juga harus mengetahui tafsiran tafsiran yang ada pada zaman—zaman sesudah Nabi
Muhammad SAW dan ciri-ciri yang tampak dalam masa-masa tertentu.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in?
2. Bagaimana
penyebaran tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in?
3. Bagaimana
nilai dan karahteristik tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in?
C.
Tujuan
penulisan
1. Untuk
mengetahui tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in
2. Untuk
mengetahui penyebaran tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in
3. Untuk
mengetahui nilai dan karahteristik tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in
BAB II
PEMBAHASAN
A. TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN TABI’
TABI’IN
Periode
pertama berakhir ditandai dengan berakhirnya generasi sahabat. Lalu dimulailah
periode kedua tafsir, yaitu periode tabiin yang belajar langsung dari sahabat.
Para tabiin selalu mengikuti jejak gurunya yang masyhur dalam penafsiran
al-Qur’an, terutama mengenai ayat-ayat yang musykil pengertiannya bagi
orang-orang awam.[1]
Tabiin mengajarkan pula kepada orang-orang yang sesudahnya
yang disebut (tabi’it-tabi’in), tabi’it-tabi’in inilah yang mula-mula
menyusun kitab-kitab tafsir secara sederhana yang mereka kumpulkan dari
perkataan-perkataan sahabat dan tabiin tadi. Dari kalangan tabiin ini dikenal
nama-nama mufassirin sebagai berikut: Sfyan bin ‘Uyainah, Waki’ bin Jarrah,
Syu’bah bin Hajjaj, Yazid bin Harun, dan Abduh bin Humaid. Mereka inilah yang
merupakan sumber dari bahan-bahan tafsir yang kelak dibukukan oleh seorang
mufassir besar bernama Ibnu Jarir at-Tabari. Ibnu Jarir inilah yang menjadi bapak
bagi para mufassir sesudahnya (lebih dikenal dengan at-Tabari).
Sebagaimana sebagian sahabat terkenal dengan ahli tafsir,
maka sebagian tabi’in terkenal dengan ahli tafsir dimana para tabi’in mengambil
tafsir dari mereka yang sumber-sumbernya berpegang kepada sumber-sumber yang
ada pada masa sebelumnya, disamping adanya ijtihad dan penalaran.
Berikut sumber-sumber tafsir pada masa tabi’in dan tabi’
tabi’in:
Ustadz Muhammad Husain Adz Dzahabi berkata: Para mufassir
dalam memahami Kitabullah adalah berpegang pada:
a)
Kitabullah.
b) Riwayat
dari sahabat dari Rosulullah SAW.
c) Pendapat
sahabat.
d) Pengambilan
dari Ahlil Kitab berdasar apa yang datang didalam Kitab mereka.
e)
Ijtihad dan pemahaman yang diberikan
Allah SWT. kepada para tabi’in untuk mengetahui makna Al-Qur’an.
Para tabi’in dalam mempelajari dan memahami isi-isi
Al-Qur’an adalah melangsungkan tindakan-tndakan yang dipraktekkan para sahabat,
yaitu mereka ada yang menerima dan ada yang menolak tafsir bil ijtihad.
Diantara yang menerima dasar ijtihad dalam menafsirkan
Al-Qur’an ialah Mujahid, Ikrimah dan sahabat-sahabatnya. Hanya saja mereka dan
kawan-kawannya melarang bagi orang-orang yang tidaj sempurna alat-alat
tafsirnya untuk menafsirkan Al-Qur’an, yaitu:
a.
Orang yang kurang pengetahuan bahasa
arabnya.
b.
Orang yang belum mampu mempelajari
Al-Qur’an dalam segi hubungan mujmal dan mufashshalnya.
B.
PENYEBARAN
TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN TABI’ TABI’IN
Setelah meninggalnya Rasulullah yang kemudian berpindah
kepemimpinan yang diserahkan kepada Khalifah rasyidin menjadikan daerah
kekuasan Islam meluas sehingga memaksa para sahabat berhijrah guna mengajarkan
hakikat Islam yang sebenar-benarnya kepada masyarakat luas. Maka di sini kita
akan mendapatkan Madrasah, Sekolah serta Mazhab-Mazhab yang mengkaji Islam
secara luas yang dibawahi oleh para Sahabat sehingga menjadi landasan
terbentukya para Tabiin yang paham akan ayat-ayat Al-qur’an dengan bimbingan
serta arahan para Sahabat Rasulallah.
Secara
garis besar aliran-aliran tafsir pada masa tabi’in dapat dikategorikan menjadi
tiga kelompok:
a) Aliran
Tafsir di Makkah
Aliran tafsir ini didirika oleh murid-murid sahabat Abdullah
ibn ‘Abbas, seperti Said bin Jubair, Mujahid, ‘Atha’ bin Abi Rabah, maula Ibnu
Abbas dan Thawus bin Kisan al-Yamani. Mereka semua dari golongan maula (sahaya
yang telah dibebaskan).[4]
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa orang yang paling mengerti
dengan tafsir adalah penduduk Makkah sebab mereka adalah sahabat-sahabat Ibnu
Abbas dimana ia dikenal sebagai sahabat yang paling banyak, paling utama, dalam
dalam pengetahuannya mengenai tafsir al-Qur’an. Rasulullah pernah mendo’akan
sahabat yang satu ini sebagai berikut:
اللّهمّ فقّهه فى الدّين وعلّمه
التأويل
“Ya Allah, berikanlah pemahaman keagamaan kepadanya
(Ibnu Abbas) dan ajarkanlah tafsir kepadanya.”[5]
Aliran ini berawal dari keberadaan Ibnu Abbas sebagai guru
di Makkah yang mengajarkan penafsiran Al-Qur’an kepada tabiin dengan
menjelaskan hal-hal yang musykil. Para tabiin tersebut kemudian
meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas dan menambahkan pemahamannya serta kemudian
mentransfer kepada generasi berikutnya. Sementara itun dalam hal metode
penafsiran , aliran ini sudah mulai memakai dasar aqli (ra’yu).
b) Aliran
Tafsir di Madinah
Aliran ini dipelopori oleh Ubay bin
Ka’ab yang didukung oleh sahabat-sahabat lain di Madinahdan selanjutnya
dilanjutkan oleh para tabiin Madinah seperti Abu ‘Aliyah, Zaid bin Aslam dan
Muhammad bin Ka’ab al-Qurazi.
Aliran tafsir di Madinah muncul
karena banyaknya sahabat yang menetap di Madinah bertadarus al-Qur’an dan sunnah
Rasul yang diikuti oleh para tabiinsebagai murid sahabat-sahabat Nabi melalui
Ubay bin Ka’ab, para tabiin banyak menafsirkan al-Qur’an yang kemudian
disebarluaskan kepada generasi selanjutnya sampai kepada kita. Pada aliran ini
telah berkembang ta’wil terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan kata lain
pada aliran di Madinah ini telah timbul model penafsiran bir ra’yi.
c) Aliran
Tafsir di Iraq
Aliran tafsir di Iraq ini dipelopori oleh Abdullah bin
Mas’ud (dipandang ulama sebagai cikal bakal aliran ahli ra’yi) yang memperoleh
perlindungan dari Gubernur Iraq, ‘Ammar bin Yasir, serta didukung para tabiin
Iraq seperti: ‘Alqamah bin Qais, Masruq, Aswad bin Yasir, Murrah al-Hamdani,
Amir Asy-Sya’bi, Hasan al-Bashri, Qatadah bin Di’amah. Secara global, aliran
ini lebih banyak berwarna ra’yi (rasional). Sebagai akibat warna
tersebut, maka timbul banyak masalah khilafiyah (perbedaan) dalam
penafsiran al-Qur’an, yang selanjutnya memunculkan metode istidlal (dedukatif).[6]
C.
NILAI DAN KARAKTERISTIK TAFSIR MASA
TABIIN
Kualitas tafsir bi al-ma’tsur pada periode ini, tentu
tidak senilai dengan tafsir yang muncul sebelumnya, baik dibandingkan dengan
tafsir zaman Rasulullah SAW. maupun zaman sahabat. Namun dari perkembangannya,
tafsir tabi’in jauh lebih berkembang daripada periode sebelumnya, terutama
tafsir bi al-ra’yi. Karena kualitas tafsir periode ini, para ahli
berbeda pendapat dalam pengambilan hasil tafsiran pada periode ini, terutama
tafsir bi al-ra’yi.
Satu pihak menolak penafsiran tabiin karena secara
kronologis mereka tidak mendengar langsung dari Nabi Muhammad SAW. atas apa
yang mereka tafsirkan. Alasan lain bahwa para tabiin tidak menyakskan saat
turunnya al-Qur’an. Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa pernyataan atau fatwa tabiin
tidak boleh dijadikan hujjahmbagi umat sesudahnya. Adapun hasil ijma’ mereka
atas sesuatu dapat dijadikan hujjah. Akan tetapi apabila terjadi perbedaan
pendapat, pendapat yang satu tidak dapat dijadikan hujjah atas lainnya dan
tidak dijadikan hujjah oleh umat sesudahnya. Sikap terbaik adalah mengembalikan
segala permasalahan al-Qur’an dan as-Sunnah kepada keumuman bahasa arab, atau
perkataan para sahabat.
Sementara pihak lain menerima tafsiran tabiin dengan alasan
bahwa kebanyakan tafsiran tabiin itu berkaitan dengan hasil tafsiran yang
dilakukan sahabat. Perkataan ini merujuk pada perkataan Mujahid maupun Qatadah
yang menyatakan bahwa tidak ada satu ayatpun dari al-Qur’an, kecuali
tafsirannya telah didengar dari sahabat. Akan tetapi, apabila penafsiran itu
cenderung menggunakan ra’yu, ia tidak wajib mengambilnya. Dari dua
pendapat diatas, dapat dijelaskan bahwa tafsiran tabiin pada hakikatnya boleh
diambil dan dapat dijadikan sandaran hukum, selama sesuai dengan al-Qur’an dan
as-Sunnah.[7]
Adapun karakteristik tafsir pada masa Tabiin secara ringkas
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)
Terkontiminasinya tafsir dimasa ini,
dengan masuknya Israiliat dan Nasraniyat, yang bertentangan dengan 'aqidah
Islamiyah. Yang dibawa masuk ke dalam kalangan umat Islam dari kelompok Islam
yang dahulunya Ahli kitab seperti Abdullah bin Salam, Ka'ab Ahbar, Abdul Malik
bin Abdul Ajiz ibnu Jariz.
2)
Tafsir pada jaman dahulu senantiasa
terpelihara dengan metode talaki dan riwayat akan tetapi pada jaman Tabi’in
metode dalam periwayatannya dengan metode globalsehingga tidak sama aseperti
dijaman Rasulallah dan Sahabat.
3)
Munculnya benih-benih perbedaan
mazhab pada masa ini, sehingga implikasi sebagian tafsir digunakan untuk
keperluan mazhab mereka masing-masing.sehingga tidak diragukan lagi ini akan
membawa dampak bagi tafsir itu sendiri.seperti Hasan Al-basari
telah menafsirkan Al-qur’an dengan menetapkan qadar dan mengkafirkan orang yang
mendustainya.
4)
Banyaknya perbedaan pendapat
dikalangan para Tabiin didalam masalah tafsir.walaupun terdapat pula dijaman
sahabat namun tidak begitu banyak seperti dijaman Tabi’in.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Periode
pertama berakhir ditandai dengan berakhirnya generasi sahabat. Lalu dimulailah
periode kedua tafsir, yaitu periode tabiin yang belajar langsung dari sahabat.
Para tabiin selalu mengikuti jejak gurunya yang masyhur dalam penafsiran
al-Qur’an, terutama mengenai ayat-ayat yang musykil pengertiannya bagi
orang-orang awam.
Setelah
meninggalnya Rasulullah yang kemudian berpindah kepemimpinan yang diserahkan
kepada Khalifah rasyidin menjadikan daerah kekuasan Islam meluas sehingga
memaksa para sahabat berhijrah guna mengajarkan hakikat Islam yang
sebenar-benarnya kepada masyarakat luas. Maka di sini kita akan mendapatkan
Madrasah, Sekolah serta Mazhab-Mazhab yang mengkaji Islam secara luas yang
dibawahi oleh para Sahabat sehingga menjadi landasan terbentukya para Tabiin
yang paham akan ayat-ayat Al-qur’an dengan bimbingan serta arahan para Sahabat
Rasulallah.
Kualitas tafsir bi al-ma’tsur pada periode ini, tentu
tidak senilai dengan tafsir yang muncul sebelumnya, baik dibandingkan dengan
tafsir zaman Rasulullah SAW. maupun zaman sahabat. Namun dari perkembangannya,
tafsir tabi’in jauh lebih berkembang daripada periode sebelumnya, terutama tafsir
bi al-ra’yi. Karena kualitas tafsir periode ini, para ahli berbeda
pendapat dalam pengambilan hasil tafsiran pada periode ini, terutama tafsir bi
al-ra’yi.
B.
Saran-saran
Oleh
karena itu, kita tidak boleh menafsirkan Al-Qur’an dengan sembarangan. Kita harus
mengetahui metode-metode dan cara-cara untuk menafsirkan Al-Qur’an yang telah
disebutkan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Peta Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an.h.58
Mukadimah
Al-Qur’an Dan Tafsirnya.h.47
Peta Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an.h.
Badri Khaeruman,
Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004)
h.91
. Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.h.58
. Mukadimah Al-Qur’an Dan Tafsirnya.h.47
. Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.h.60.
. Badri Khaeruman, Sejarah
Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004) h.91