AQ

makalah tentang tafsir pada masa tabi'in dan tbi' tabi'in

Posted by Vika Monday, February 24, 2014 0 komentar

KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Karuania-Nya sehingga saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan tugas Makalah ini.
Saya sebagai penyusun mengharapkan semoga Makalah ini dapat membantu pembaca dalam mempelajari Pembahasan Makalah yang disusun ini, saya sebagai penulis menyadari, Makalah ini masih jauh dari sempurna,
Maka untuk itu keritik dan saran senantiasa penyusun harapkan, semoga Makalah ini bermanfaat.





































DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………....…..1
DAFTAR ISI……………………………………………………………..............2
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………...….3
A.    Latar Belakang…………………………………………………….….3
B.     Rumusan Masalah………………………………………….................3
C.     Tujuan Penulisan………………………………………………….......3
BAB II: PEMBAHASAN………………………………………………….....…4
A.    Tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in………………...…....................4
B.     Penyebaran tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in……..………...…....5
C.     Nilai dan Karakteristik Tafsir Masa Tabi’in…………………….…….….7
BAB III: PENUTUP…………………………………………………..…......…..9
A.    Kesimpulan……………………………………….…………..……..……9
B.     Saran-saran ................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..…..…..10












BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Perbedaan semua hala yang terjadi di masa sekarang dengan masa yang lalu. Dalam hal tafsir kita juga harus mengerti tafsir-tafsir di masa Nabi Muhammad dan setelahnya. Di karenakan di masa lalu itu biasanya menjadi pedoman dan acuan untuk masa sekarang ini. Tafsir penting Karena untuk alat mengambil inti sari dan maksud dari dalam AL-quran. Di mana bahasa Al-quran itu tidak bisa dengan perkiraan bahasa lain, karena jika kita salah artikan bisa-bisa semua hukum yang di ambil salah dan bisa keluar dari jalan kaidah Islam.
Kita juga harus mengetahui tafsiran tafsiran yang ada pada zaman—zaman sesudah Nabi Muhammad SAW dan ciri-ciri yang tampak dalam masa-masa tertentu.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in?
2.      Bagaimana penyebaran tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in?
3.      Bagaimana nilai dan karahteristik tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in?
C.    Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in
2.      Untuk mengetahui penyebaran tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in
3.      Untuk mengetahui nilai dan karahteristik tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in



BAB II
PEMBAHASAN
A.     TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN TABI’ TABI’IN
Periode pertama berakhir ditandai dengan berakhirnya generasi sahabat. Lalu dimulailah periode kedua tafsir, yaitu periode tabiin yang belajar langsung dari sahabat. Para tabiin selalu mengikuti jejak gurunya yang masyhur dalam penafsiran al-Qur’an, terutama mengenai ayat-ayat yang musykil pengertiannya bagi orang-orang awam.[1]
Tabiin mengajarkan pula kepada orang-orang yang sesudahnya yang disebut (tabi’it-tabi’in), tabi’it-tabi’in inilah yang mula-mula menyusun kitab-kitab tafsir secara sederhana yang mereka kumpulkan dari perkataan-perkataan sahabat dan tabiin tadi. Dari kalangan tabiin ini dikenal nama-nama mufassirin sebagai berikut: Sfyan bin ‘Uyainah, Waki’ bin Jarrah, Syu’bah bin Hajjaj, Yazid bin Harun, dan Abduh bin Humaid. Mereka inilah yang merupakan sumber dari bahan-bahan tafsir yang kelak dibukukan oleh seorang mufassir besar bernama Ibnu Jarir at-Tabari. Ibnu Jarir inilah yang menjadi bapak bagi para mufassir sesudahnya (lebih dikenal dengan at-Tabari).[2]
Sebagaimana sebagian sahabat terkenal dengan ahli tafsir, maka sebagian tabi’in terkenal dengan ahli tafsir dimana para tabi’in mengambil tafsir dari mereka yang sumber-sumbernya berpegang kepada sumber-sumber yang ada pada masa sebelumnya, disamping adanya ijtihad dan penalaran.
Berikut sumber-sumber tafsir pada masa tabi’in dan tabi’ tabi’in:
Ustadz Muhammad Husain Adz Dzahabi berkata: Para mufassir dalam memahami Kitabullah adalah berpegang pada:
a)      Kitabullah.
b)      Riwayat dari sahabat dari Rosulullah SAW.
c)      Pendapat sahabat.
d)     Pengambilan dari Ahlil Kitab berdasar apa yang datang didalam Kitab mereka.
e)      Ijtihad dan pemahaman yang diberikan Allah SWT. kepada para tabi’in untuk mengetahui makna Al-Qur’an.
Para tabi’in dalam mempelajari dan memahami isi-isi Al-Qur’an adalah melangsungkan tindakan-tndakan yang dipraktekkan para sahabat, yaitu mereka ada yang menerima dan ada yang menolak tafsir bil ijtihad.
Diantara yang menerima dasar ijtihad dalam menafsirkan Al-Qur’an ialah Mujahid, Ikrimah dan sahabat-sahabatnya. Hanya saja mereka dan kawan-kawannya melarang bagi orang-orang yang tidaj sempurna alat-alat tafsirnya untuk menafsirkan Al-Qur’an, yaitu:
a.       Orang yang kurang pengetahuan bahasa arabnya.
b.      Orang yang belum mampu mempelajari Al-Qur’an dalam segi hubungan mujmal dan mufashshalnya.[3]

B.     PENYEBARAN TAFSIR PADA MASA TABI’IN DAN TABI’ TABI’IN
Setelah meninggalnya Rasulullah yang kemudian berpindah kepemimpinan yang diserahkan kepada Khalifah rasyidin menjadikan daerah kekuasan Islam meluas sehingga memaksa para sahabat berhijrah guna mengajarkan hakikat Islam yang sebenar-benarnya kepada masyarakat luas. Maka di sini kita akan mendapatkan Madrasah, Sekolah serta Mazhab-Mazhab yang mengkaji Islam secara luas yang dibawahi oleh para Sahabat sehingga menjadi landasan terbentukya para Tabiin yang paham akan ayat-ayat Al-qur’an dengan bimbingan serta arahan para Sahabat Rasulallah.
Secara garis besar aliran-aliran tafsir pada masa tabi’in dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok:

a)      Aliran Tafsir di Makkah
Aliran tafsir ini didirika oleh murid-murid sahabat Abdullah ibn ‘Abbas, seperti Said bin Jubair, Mujahid, ‘Atha’ bin Abi Rabah, maula Ibnu Abbas dan Thawus bin Kisan al-Yamani. Mereka semua dari golongan maula (sahaya yang telah dibebaskan).[4]
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa orang yang paling mengerti dengan tafsir adalah penduduk Makkah sebab mereka adalah sahabat-sahabat Ibnu Abbas dimana ia dikenal sebagai sahabat yang paling banyak, paling utama, dalam dalam pengetahuannya mengenai tafsir al-Qur’an. Rasulullah pernah mendo’akan sahabat yang satu ini sebagai berikut:



اللّهمّ فقّهه فى الدّين وعلّمه التأويل
“Ya Allah, berikanlah pemahaman keagamaan kepadanya (Ibnu Abbas) dan ajarkanlah tafsir kepadanya.”[5]
Aliran ini berawal dari keberadaan Ibnu Abbas sebagai guru di Makkah yang mengajarkan penafsiran Al-Qur’an kepada tabiin dengan menjelaskan hal-hal yang musykil. Para tabiin tersebut kemudian meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas dan menambahkan pemahamannya serta kemudian mentransfer kepada generasi berikutnya. Sementara itun dalam hal metode penafsiran , aliran ini sudah mulai memakai dasar aqli (ra’yu).
b)      Aliran Tafsir di Madinah
Aliran ini dipelopori oleh Ubay bin Ka’ab yang didukung oleh sahabat-sahabat lain di Madinahdan selanjutnya dilanjutkan oleh para tabiin Madinah seperti Abu ‘Aliyah, Zaid bin Aslam dan Muhammad bin Ka’ab al-Qurazi.
Aliran tafsir di Madinah muncul karena banyaknya sahabat yang menetap di Madinah bertadarus al-Qur’an dan sunnah Rasul yang diikuti oleh para tabiinsebagai murid sahabat-sahabat Nabi melalui Ubay bin Ka’ab, para tabiin banyak menafsirkan al-Qur’an yang kemudian disebarluaskan kepada generasi selanjutnya sampai kepada kita. Pada aliran ini telah berkembang ta’wil terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan kata lain pada aliran di Madinah ini telah timbul model penafsiran bir ra’yi.
c)      Aliran Tafsir di Iraq
Aliran tafsir di Iraq ini dipelopori oleh Abdullah bin Mas’ud (dipandang ulama sebagai cikal bakal aliran ahli ra’yi) yang memperoleh perlindungan dari Gubernur Iraq, ‘Ammar bin Yasir, serta didukung para tabiin Iraq seperti: ‘Alqamah bin Qais, Masruq, Aswad bin Yasir, Murrah al-Hamdani, Amir Asy-Sya’bi, Hasan al-Bashri, Qatadah bin Di’amah. Secara global, aliran ini lebih banyak berwarna ra’yi (rasional). Sebagai akibat warna tersebut, maka timbul banyak masalah khilafiyah (perbedaan) dalam penafsiran al-Qur’an, yang selanjutnya memunculkan metode istidlal (dedukatif).[6]



C.    NILAI DAN KARAKTERISTIK TAFSIR MASA TABIIN
Kualitas tafsir bi al-ma’tsur pada periode ini, tentu tidak senilai dengan tafsir yang muncul sebelumnya, baik dibandingkan dengan tafsir zaman Rasulullah SAW. maupun zaman sahabat. Namun dari perkembangannya, tafsir tabi’in jauh lebih berkembang daripada periode sebelumnya, terutama tafsir bi al-ra’yi. Karena kualitas tafsir periode ini, para ahli berbeda pendapat dalam pengambilan hasil tafsiran pada periode ini, terutama tafsir bi al-ra’yi.
Satu pihak menolak penafsiran tabiin karena secara kronologis mereka tidak mendengar langsung dari Nabi Muhammad SAW. atas apa yang mereka tafsirkan. Alasan lain bahwa para tabiin tidak menyakskan saat turunnya al-Qur’an. Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa pernyataan atau fatwa tabiin tidak boleh dijadikan hujjahmbagi umat sesudahnya. Adapun hasil ijma’ mereka atas sesuatu dapat dijadikan hujjah. Akan tetapi apabila terjadi perbedaan pendapat, pendapat yang satu tidak dapat dijadikan hujjah atas lainnya dan tidak dijadikan hujjah oleh umat sesudahnya. Sikap terbaik adalah mengembalikan segala permasalahan al-Qur’an dan as-Sunnah kepada keumuman bahasa arab, atau perkataan para sahabat.
Sementara pihak lain menerima tafsiran tabiin dengan alasan bahwa kebanyakan tafsiran tabiin itu berkaitan dengan hasil tafsiran yang dilakukan sahabat. Perkataan ini merujuk pada perkataan Mujahid maupun Qatadah yang menyatakan bahwa tidak ada satu ayatpun dari al-Qur’an, kecuali tafsirannya telah didengar dari sahabat. Akan tetapi, apabila penafsiran itu cenderung menggunakan ra’yu, ia tidak wajib mengambilnya. Dari dua pendapat diatas, dapat dijelaskan bahwa tafsiran tabiin pada hakikatnya boleh diambil dan dapat dijadikan sandaran hukum, selama sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.[7]
Adapun karakteristik tafsir pada masa Tabiin secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)        Terkontiminasinya tafsir dimasa ini, dengan masuknya Israiliat dan Nasraniyat, yang bertentangan dengan 'aqidah Islamiyah. Yang dibawa masuk ke dalam kalangan umat Islam dari kelompok Islam yang dahulunya Ahli kitab seperti Abdullah bin Salam, Ka'ab Ahbar, Abdul Malik bin Abdul Ajiz ibnu Jariz.
2)        Tafsir pada jaman dahulu senantiasa terpelihara dengan metode talaki dan riwayat akan tetapi pada jaman Tabi’in metode dalam periwayatannya dengan metode globalsehingga tidak sama aseperti dijaman Rasulallah dan Sahabat. 
3)        Munculnya benih-benih perbedaan mazhab pada masa ini, sehingga implikasi sebagian tafsir digunakan untuk keperluan mazhab mereka masing-masing.sehingga tidak diragukan lagi ini akan membawa dampak bagi tafsir itu sendiri.seperti Hasan Al-basari
telah menafsirkan Al-qur’an dengan menetapkan qadar dan mengkafirkan orang yang mendustainya. 
4)        Banyaknya perbedaan pendapat dikalangan para Tabiin didalam masalah tafsir.walaupun terdapat pula dijaman sahabat namun tidak begitu banyak seperti dijaman Tabi’in.[8]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Periode pertama berakhir ditandai dengan berakhirnya generasi sahabat. Lalu dimulailah periode kedua tafsir, yaitu periode tabiin yang belajar langsung dari sahabat. Para tabiin selalu mengikuti jejak gurunya yang masyhur dalam penafsiran al-Qur’an, terutama mengenai ayat-ayat yang musykil pengertiannya bagi orang-orang awam.
Setelah meninggalnya Rasulullah yang kemudian berpindah kepemimpinan yang diserahkan kepada Khalifah rasyidin menjadikan daerah kekuasan Islam meluas sehingga memaksa para sahabat berhijrah guna mengajarkan hakikat Islam yang sebenar-benarnya kepada masyarakat luas. Maka di sini kita akan mendapatkan Madrasah, Sekolah serta Mazhab-Mazhab yang mengkaji Islam secara luas yang dibawahi oleh para Sahabat sehingga menjadi landasan terbentukya para Tabiin yang paham akan ayat-ayat Al-qur’an dengan bimbingan serta arahan para Sahabat Rasulallah.
Kualitas tafsir bi al-ma’tsur pada periode ini, tentu tidak senilai dengan tafsir yang muncul sebelumnya, baik dibandingkan dengan tafsir zaman Rasulullah SAW. maupun zaman sahabat. Namun dari perkembangannya, tafsir tabi’in jauh lebih berkembang daripada periode sebelumnya, terutama tafsir bi al-ra’yi. Karena kualitas tafsir periode ini, para ahli berbeda pendapat dalam pengambilan hasil tafsiran pada periode ini, terutama tafsir bi al-ra’yi.
B.     Saran-saran
Oleh karena itu, kita tidak boleh menafsirkan Al-Qur’an dengan sembarangan. Kita harus mengetahui metode-metode dan cara-cara untuk menafsirkan Al-Qur’an yang telah disebutkan di atas.



DAFTAR PUSTAKA

Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.h.57
Tim Penyusun, Mukadimah Al-Qur’an Dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2008) H.49
Dra.H.St. Amanah,Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir,(Semarang: CV.Asy-Syifa’,1993) h.294
Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.h.58
Mukadimah Al-Qur’an Dan Tafsirnya.h.47
Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.h.
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004) h.91
Peta metodologi penafsiran al-Qur’an.h.62



[1]. Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.h.57
[2]. Tim Penyusun, Mukadimah Al-Qur’an Dan Tafsirnya,(Jakarta: Departemen Agama RI, 2008) H.49
[3]. Dra.H.St. Amanah,Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir,(Semarang: CV.Asy-Syifa’,1993) h.294
[4]. Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.h.58
[5]. Mukadimah Al-Qur’an Dan Tafsirnya.h.47
[6]. Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an.h.60.
[7]. Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004) h.91
[8]. Peta metodologi penafsiran al-Qur’an.h.62
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: makalah tentang tafsir pada masa tabi'in dan tbi' tabi'in
Ditulis oleh Vika
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://vikaardiansyah.blogspot.com/2014/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Post a Comment

Template by Cara Membuat Email | Copyright of vika ardiansyah.