PEMIKIRAN POLITIK ISLAM SAYID JAMALUDIN AL-AFGHANY (1255 – 1315 H/1839 – 1897 M) ( TENTANG PAN ISLAMISME)
Monday, March 17, 2014
0
komentar
PEMIKIRAN POLITIK ISLAM SAYID JAMALUDIN
AL-AFGHANY (1255 – 1315 H/1839 – 1897 M)
( TENTANG PAN ISLAMISME)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Teologi Islam ( S.
Th. I )
Ilmu Ushuluddin
Disusun oleh:
FREGO ERISANDI
NIM: 2083415268
PROGRAM STUDI FILSAFAT DAN PEMIKIRAN POLITIK
ISLAM
JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) BENGKULU
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pan Islamisme secara klasik dapat
diartikan sebagai penyatuan seluruh dunia Islam dibawah suatu kekuasaan politik
dan agama yang dikepalai oleh seorang khalifah, sedangkan pengertian pan
islamisme secara modern adalah bahwa kepemimpinan tersebut hanya meliputi
bidang agama. Untuk perkembangan selanjutnya, Pan Islamisme hanya sekedar
berusaha untuk menyatukan seluruh umat Islam dalam suatu ikatan setia kawan.
Atau menghidupkan ukhuwah Islamiyah dikalangan dunia Islam.
Ketika berbicara politik maka biasanya
terbayangkan cara untuk mencapai tujuan yang tidak terlepas dengan kedudukan
misalnya, dalam perebutan jabatan ,kekuasaan, kepemimipinan, dan lain
sebagainya.
Terkait masalah politik di dunia
Islam, muncullah salah satu tokoh gerakan modernisme klasik yang berupaya
meningkatkan standar moral dan intelektual umat Islam dalam rangka menjawab
bahaya Imperialisme Barat adalah
Jamaluddin al-Afghani (1255 – 1315 H/1839 – 1897 M). Jamaluddin al-Afghani
tidak melakukan modernisme intelektual, namun ia telah menggugah kaum muslimin
untuk mengembangkan dan menyuburkan disiplin dan melakukan pembaharuan dan ia
adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan
aktivitasnya berpindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain.[1]
Jamaludin al-Afghani mempunyai cita-cita
dalam bidang politik yaitu untuk menggalang kesatuan dan persatuan umat Islam di
seluruh dunia dengan semangat dan tali Islam yang dinamakan Pan-Islamisme.[2]
Pan Islamisme ini dapat diartikan sebagai salah satu wadah atau gerakan untuk
menampung dan memberi semangat kepada seluru umat Islam di seluruh dunia untuk
bangkit dari keterpurukan yang diakibatkan Keadaan ummat Islam pada saat itu
sudah sangat menghawatirkan, di segala bidang telah menurun drastis, bahkan hal
itu dapat mengancam hancur leburnya agama Islam. Ini dikarenakan antaralain:
1. Paham tauhid yang dianut kaum
muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh
tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang
membawa kepada kekufuran. [3]
2. Sifat jumud membuat umat Islam
berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka
mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih berfikir
jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami
kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas
kejumudan.[4]
3. Umat Islam selalu berpecah belah,
maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya
persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran
Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan
pembaharuan.
4. Hasil dari kontak yang terjadi
antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar
bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali
ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa,
yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam
peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini
membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer
Eropa yang baru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer
modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan
militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.[5]
Pan Islamisme Jamaludin al-Afghani
untuk menggugah kembali semangat umat Islam dituangkannya dalam sebuah buku
karyanya yang berisi tentang ide-ide dan gagasan-gagasannya misanya:
1. Hendaklah kamu menjauh dari toleransi terhadap
orang orang yang zolim dan menghukum orang yang salah meskipun itu anakmu
sendiri.
2. Jangan memberikan kesempatan untuk
mendapatkan peluang kepada bangsa lain untuk mendapatkan hak atau peluang
karena itu akan merusak kekuasaan dan negaramu.
3. Tatkala kekuasaan Inggris masih
tersisah pada zaman ini maka kamu jalani saja dan tetapkan tekat untuk
memerdeka negaramu.
4. Jadikanlah kewajiban pertama yang
membebanimu menjaga kemaslahatan rakyatmu dalam situasi apapun.[6]
Jamaludin al-Afghani dalam
merealisasikan cita-citanya tersebut, beliau bertekat untuk menerbitkan sebuah
majalah yang ia beri nama Al-Urwatul
Wustqa atau Tali Yang Kokoh. Itu diambil dari istilah al-Qur’an sebagaimana
yang tercantum dalam surat al-Baqarah : 256
Artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dan surat Lukman : 22
*
Artinya:
“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah,
sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala
urusan.”
Maksud menerbitkan majalah ini tentu bisa kita
pahami secara singkat yakni untuk memberikan penggerak dan bimbingan kepada
seluruh umat Islam agar mereka dapat memahami dan melaksanakan ajaran Islam,
mampu menyatukan dan memegang peranan didalam memakmurkan dunia material maupun
spiritual, sehinggga memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Inti
dari yang terpenting adalah bagaimana umat Islam dapat bersatu dan dapat
menjadi kuat.[7]
Sayid
Jamaludin al-Afghani terkenal juga sebagai pengembara yang tanggu, bukan hanya
mengembara di negeri-negeri Islam seperti India, Arab Saudi, Iran, Mesir, Turki
dan lain-lainnya, akan tetapi juga melakukan pengembaraan ke negeri-negeri non
Muslim daratan Eropa seperti Inggris, Prancis, Jerman, serta Rusia. Hal ini tidak
lain hanya bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hakekat dinul Islam serta meluruskan pengertian dan
persepsi yang keliru tentang hal- ihwal Islam.
Sedangkan terhadap negeri Islam
Sayid Jamaludin al-Afghani berusaha untuk mengobarkan semangat jihad menegakkan
kebanaran dan keadilan serta menegakkan semangat jihad untuk melawan dan
menumbangkan kaum penjajah.[8]
Tekat ini lah yang ia jadikan sebagai pedoman untuk melakukan pembaharuan.
Sayid Jamaludin al-Afghani adalah
pembaharu muslim pertama yang menggunakan term Islam dan Barat sebagai dua
fenomena yang selalu bertentangan. Sebuah pertentangan yang justru harus
dijadikan patokan berpikir kaum muslim, yaitu untuk membebaskan kaum muslim
dari ketakutan dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Eropa.[9]
Ketika beliau pergi ke India
disana beliau juga tidak bebas bergerak karena India sudah jatuh dibawah
kekuasaan Inggris, oleh karena itu beliau kemudian pindah ke Mesir pada tahun
1871. Untuk mencapai usaha pembaharuan yang beliau harapkan maka :
1. Rakyat harus dibersihkan dari
kepercayaan ketahayulan
2. Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat /
derajat budi luhur.
3. Rukun iman harus benar-benar
menjadi pandangan hidup.
4. Setiap generasi umat harus ada lapisan istimewa untuk
memberi pengajaran dan pendidikan pada manusia-manusia yang bodoh dan juga
memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin.[10]
Perjalanan hidup Jamaluddin al-Afghani sesuai
dengan jalan fikirannya. Teori dan prakteknya selalu berjalan rapat dengan
tindakannya. Hal ini terlihat dari penolakannya terhadap aliran naturalisme dan
materialisme. [11]
Jamaluddin al-Afghani memandang bahwa cara
penjajahan Barat di negeri Islam membawa gambaran yang berbeda untuk
menghancurkan kepribadian tiap-tiap orang Islam yang bersumber dari ajaran
al-Qur’an. Usaha untuk merusak aqidah orang Islam baik dengan cara memecah
belahnya maupun dengan usaha memalingkannya dari ajaran agama, yang berusaha
demikian di antaranya aliran naturalisme dan materialisme. [12]
Aliran ini akan membelah kaum muslimin
menjadi 2 kelompok; kelompok lama dan baru, kelompok yang tunduk kepada
penjajah dan kelompok oposisi. Aliran ini juga akan memecah hubungan umat Islam
India dari kekhalifahan Utsmani di sisi lain.[13]
Dengan demikian perlu diperhatikan beberapa
aspek penyebab kemunduran umat Islam pada saat itu khususnya pada negara-negara
Islam yang terakhir mengenal ajaran-ajaran Islam, dan bagaimana semangat yang
tidak kenal menyerah yang tercermin dari semangat yang di tunjukan oleh Sayid
Jamaludin Al-Afghani dalam membangkitkan semangat umat Islam agar menyadari
sagala sesuatu kekeliruan yang telah terjadi baik dari permasalahan yang datang
dari umat Islam sendiri maupun yang datang dari orang-orang penjajah atau dari
orang-orang non muslim. Maka dari itu penulis mencoba mengangkat sebuah judul
skripsi yaitu “PEMIKIRAN POLITIK ISLAM SAYID JAMALUDIN AL-AFGHANi 1255 – 1315 H/1839 – 1897 M (TENTANG PAN ISLAMISME)” dengan harapan semoga penelitian ini
dapat bermamfaat bagi kita semua khususnya di kalangan akademik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dikemukakan di atas, maka yang akan menjadi rumusan masalah dalam
penulisan dan penilitian ini adalah
1. Bagaimana pemikiran politik Islam
Sayid Jamaludin al-Afghani tentang Pan Islamisme?
2. Apa urgensi pemikiran Sayid
Jamaludin al-Afghani tentang Pan Islamisme terhadap pembaharuan Islam modern?
C.
Batasan Masalah Penelitian
Agar tidak terjadi kesalah pahaman
terhadap masalah yang terkandung dalam judul skripsi ini, mengingat begitu
banyak bahasan tentang Jamaludin Al-Afghani, maka penulis membatasi ruang
lingkup masalah yaitu penulis mencoba mengkaji Pemikiran Politik Islam
Jamaludin Al-Afghani Tentang Pan Islamisme dan urgensi pemikiran Jamaludin
al-Afghani terhadap pembaharuan di dunia Islam modern.
D.
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan bertujuan
untuk :
Mengetahui bagaimana Pemikiran Politik Islam Jamaludin
Al-Afghani Tentang Pan Islamisme.
Adapun kegunaan penelitian ini yaitu:
a)
Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat
mengembangkan pemikiran politik Islam Jamaludin Al Afghani tentang Pan
Islamisme.
b)
Praktis
Penelitian ini merupakan salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Theology Islam (S.Th.I) pada Ilmu
Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negri (STAIN) Bengkulu.
E.
Tinjauan Pustaka
Ada beberapa pakar yang mengkaji
tentang pemikiran Jamaludin Al-Afghany diantaranya:
Seperti Drs. Mustafa Kamal Pasha,
yang mengkaji Muhammadiyah Sebagai
Gerakan Islam ( Dalam Perspektif Historis Dan Idiologis) . Pendekatan yang
digunakan dalam penelitiannya adalah pendekatan historis dan idiologis , beliau
banyak mengkaji tentang pemikiran Jamaludin al-Afghani diantaranya, dalam bidang
filsafat, dalam bidang kebudayaan, dalam bidang politik dan bidang tasawuf. Pembahasan beliau terfokus
pada pendidikan dan ilmu pengetahuan Jamaludin al-Afghani saja.
Kemudian Ahmad Sudirman,Bidang Pemikiran Islam, di sini beliau
mengupas secara luas pemikiran Jamaludin al-Afghani. mulai dari riwayat hidup
Jamaludin al-Afghani, bidang agama, ajarannya tentang Qada dan Qadar, bidang
politik, pengruh ajaran beliau, dan sebab-sebab kemunduran Islam. Yang menjadi
fokus bahasan beliau adalah faham-faham Jamaludin al-Afghani tentang berbagai
macam kondisi umat Islam yang semakin merosot atau semakin mundur.
Inilah yang menjadi tolak ukur
penulis dalam mengembangkan karya tulis ini. Agar nantinya kita semua dapat
memahami intisari dari pemikiran politik Islam yang Jamaludin al-Afghani
lakukan selama hidupnya dalam membangkitkan kembali semangat persaudaraan dan
pentingnya sebuah perubahan besar dalam Islam agar tidak mengalami kemunduran.
Yang menjadi perbedaan pokok kajian dalam karya Ilmiah ini dengan ke dua pakar
di atas adalah penulis lebih menekankan pada Pemikiran Politik Islam Jamaludin
al-Afghani (Tentang Pan Islamisme). Banyak penulis yang lain hanya
menggambarkan secara umum saja tentang Jamaludin al-Afghani tidak mendalami
betapa semangatnya al-Afghani memperjuangkan agama Islam demi tercapainya
kebahagiaan dunia dan akherat.
F.
Metodologi Penelitian
1.
Jenis
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian
yang menggunakan leteratur (kumpulan buku-buku) sebagai bahan penelitian yang
bersifat deskriptif kualitatif yaitu dengan mengumpulkan data kualitatif. Pendekatan
yang digunakan adalah analisis historis yaitu penafsiran terhadap fakta-fakta
sejarah yang meneliti latar belakang tokoh, pendidikan dan karya-karya serta
pemikirannya
2.
Metode
penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Deskriftif Kualitatif” yaitu menjelaskan
secara mendalam tentang objek permasalahan yang diteliti, dan adapun pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Analisis Historis” yaitu
penafsiran- penafsiran terhadap fakta- fakta sejarah.
3.
Teknik
pengumpulan Data
a.
Sumber
data Primer adalah buku asli Jamaludin
al-Afghani, dengan Judul bukunya Tatimmat
al-Bayan fi Tarikh al-Afghan, Kairo, Refrints From The Collection Of The
University Of Toronto Libraris, 1967.
b.
Sumber
data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber
data pendukung yang diperoleh dari buku-buku karangan para pakar yang lain atau
atau dengan kata lain buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalah
penelitian.seperti buku Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan karangan Harun
Nasution, Islam
Berbagai Perspektif karangan Munawir Sjadzali, Bidang Pemikiran Islam karangan Ahmad Sudirman, Misi Islam karangan Syaikh Muhammad Iqbal.
c.
Data-data penunjang yaitu data-data yang
berasal dari berbagai sumber media cetak, internet, jurnal ilmiah atau
sumber-sumber lain yang berkaitan dengan objek permasalahan dalam penelitian
ini.
4.
Teknik
analisa data
Teknik analisa data yaitu proses pengelolahan,
mereduksi, dan mendisplay data yang sudah terkumpul. Dalam mengalisis data yang
dilakukan yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus
penelitian ( mereduksi) dan selanjutnya mengkaji data dalam bentuk yang
sistematis supaya dapat dikuasai oleh peneliti .
G.
Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang
menyeluruh tentang isi penelitian ini, secara umum dapat dilihat dari
sistematika pembahasan berikut ini:
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah Penelitian
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Metodologi Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II Biografi Jamaludin al-Afghani
A. Riwayat Hidup Jamaludin al-Afghani
B. Riwayat Pendidikan Jamaludin
al-Afghani.
C. Karya-Karya Jamaludin al-Afghani.
D. Perkembangan Pemikiran Jamaludin
al-Afghani.
BAB III
Pemikiran Jamaludin al-Afghani Tentang Pan Islamisme
A. Pengertian Pan Islamisme
B. Latar Belakang Berdirinya Gerakan
Pan Islamisme
C. Tujuan Gerakan Pan Islamisme
menurut Jamaludin al-Afghani
D. Urgensi pemikiran Jamaludin
al-Afghani tentang Pan Islamisme Terhadap Pembaharuan Islam Modern
BAB IV Penutup
A. Kesimpulam
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
BIOGRAFI SAYID JAMALUDIN AL-AFGHANI
A.
Riwayat Hidup Jamaludin Al-Afghani
Perjalanan hidup Jamaludin al-Afghani dimulai pada tahun 1839, di
Asabadad Kunar sebuah daerah yang terletak disebelah timur Afghanistan,
dilahirkanlah seorang pembangkit, pemikir dan demokrat didunia Islam modern
yang terbesar. Keluarganya adalah keturunan Husayn Bin Ali melalui seorang
tradisionalis yang terkenal, Ali al- Tirmidzi, dia menggunakan gelar Sayid dan
menamakan dirinya Jamal al-din al-Husayni. Namun dikerajaan Usmani, Mesir,
maupun di Eropa ia lebih banyak dikenal dengan nama Afghany.
Dari kecil sampai usianya 17 tahun al-Afghani
tinggal bersama ayahnya Sayyid Safdar yang setelah mempersembahkan dirinya
kepada pengabdian Islam serta persaudaraannya, ingin agar putranya yang penuh
harapan itu berusaha menyamai atau melebihi dirinya serta memainkan peranan
yang penting dalam mencapai kebaikan persaudaraan Islam.
Al-Afghani semasa kecil dan
dewasanya tinggal di Afghanistan. Dia mendalami filsafat dan ilmu-ilmu pasti di
Kabul yang secara umum diajarkan dengan menggunakan metode abad pertengahan.
Dia melanjudkan studinya di India lebih dari satu tahun, memperoleh pendidikan
yang lebih modern, sains dan matematika di Eropa modern.
Pada tahun 1857 dia pergi ke Mekkah menunaikan
Ibadah Haji. Sekembalinya ke Afghaniastan, selama beberapa tahun dia bekerja
untuk Amir Dust Muhammad Khan dan
kemudian pergi ke India beberapa bulan. Tetapi ia selalu diawasi oleh
pemerintahan Inggris dan diminta untuk segera
meninggalkan India.
Tahun 1871 pergi ke Kairo. Sejumlah
kalangan muda seperti Muhammad Abduh dan Sa’ad Zaghlul, tokoh-tokoh yang
kemudian berjasa dalam mewujudkan kemerdekaan Mesir, mereka secara intensif
berhubungan dengan al-Afghani di tempat kediamannya. al-Afghani secara berkala
menyampaikan presentasinya tentang berbagai isu termasuk filsafat Islam sembari
memperluas wawasan mereka. Sementara itu sebuah sirkel yang lebih luas terdiri dari kalangan tua dan muda secara
berkala menyediakan kuliah-kuliah secara berkala menyediakan kuliah-kulias
seperti Sastra, Science, Politik, dan lain sebagainya di Café De La Poste.
Al-Afghani tinggal di Mesir dari
tahun 1871 sampai dengan 1879. Pada masa ini ia menjadi tokoh utama al-Hizb al-Watani ( Partai nasional ),
sebuah wadah rahasia yang terdiri dari lebih dari 300 orang muda Mesir. Mereka
adalah orang-orang yang tidak puas terhadap ketidak beresan Administrasi
pemerintah Khedive Ismail dan
terhadap pengaruh dominasi Eropa yang condong yang semakin meningkat di Mesir. Untuk itu Al-Afghani menggelorakan
semangat mengadakan gerakan menanggulangi penyakit negeri ini. Dalam sebuah
pidatonya di Alexandria yang saya kutip dari buku Prof. Dr. H Munawir Sjadzali,
MA., Islam Berbagai Perspektif. Ia
mengatakan:
Wahai, Kalian semua yang miskin
dimata Allah. Kalian membakar hati bumi ini demi keuntungan-keuntungan material
serta memenuhi tuntutan keluargamu. Mengapa kalian tidak membongkar hati para
penindas itu ? Mengapa kalian tidak membongkar hati mereka-mereka yang telah
memakan hasil kerjamu ?[14]
Al- Afghani tidak pernah ragu
dalam menjalankan misinya sekalipun berbagai motif dituduhkan kepadanya serta
rintangan-rintangan dihadapkan kepadanya. Ia merupakkan sahabat Islam yang
teguh dan terus menganjurkan cita-cita kekuatan dan persatuannya yang
sesunggunya. A secara semau-maunya dipisahkan dari rekan-rekannya serta
pengikut-pengikutnya.
Tetapi Baha al-Din dari Istambul
berjasa bagi keteguhan hatinya. Ia seorang diri sajalah yang mempunyai
keteguhan dan keberanian untuk menunggui merawat hidup Sayid Jamaludin
Al-Afghani sampai saat-saat terakhir. Ia menderita penyakit kangker mulut dan 6
giginya dicabut. Dalam kesakitan yang luarbiasa itu, ia kadang-kadang jatuh
pingsan. Sementara kondisainya yang semakin mundur, ia berusaha untuk mintak
izin untuk pergi ke Wina untuk berobat. Sultan menolak memberikan izin dengan
alasan politis. Hubungan antara Pan
Islamisme yang seksama itu dengan raja yang keras hati itu terus dingin. Pada
akhirnya orang besar dan mansyur itu dalam sejarah ini meninggal dunia pada
tanggal 9 maret 1897, di dalam (hamper) apa yang merupakan penjarah bawah
tanah.[15]
Beberapa penulis percaya bahwa
seorang pembantu sultan telah meracuni Al-Afghani, Abu Said Al-Arabi, redaktur
Jahan Islam, dipihak lain mengatakan bahwa sultan telah mengirim tusuk-tusuk
gigi itu sebelumnya telah dicelupkan dalam cairan berbisa, maka rahang atasnya
terkena dan giginya tercopot. Ada pula dugaan bahwa ia menderita kangker dagu
dan bahwa penyaakit ini tidak dapat disembuhkan pada waktunya. Jenasah orang
besar tersebut dikebumikan di makam Shiukh. Beberapa penilis mengemukkakan
bahwa pemakamannya dilakukan dengan cara penguburan orang yang tidak dikenal
yang meninggal. Ribuan pencinta Al-Afghani tidak dapat mengiringi jenazahnya
karena takut mengalami pengejaran terus-menurus. Tidak satupun tanda dipasang
dimakamnya, semata-mata untuk menghindari agar makam itu tidak sering diziarahi
orang.
Pembangunan sebuah monument untuk
tokoh tersebut adalah jasa seorang Amerika dari daerah Wilsonlan, yang
membangunya dengan uangnya sendiri dalam tahun 1919.
Dalam tahun 1945, rangka
jenazahnya akhirnya dibawa ke Kabul atas permintaan pemerintah Afghanistan.
Amanat itu dibawa dengan iring-iringan melalui daerah yang sekarang dinamakan
Pakistan melalui Afghanistan dengan disaksikan oleh jutaan kaum Muslimin yang
menunggu disisi kiri dan kanan jalan dari Karachi ke Peshawar. al-Afghani yang
menjadi korban penindasan dan ketidak adilan padahal ia tidak menyakiti kau
yang lalim pada masanya.
Orang-orang yang
mengejar-ngejarnya terus tidak saja terdiri dari orang-orang seagamanya. Para
penindasnya terdiri dari kaum kolonialis Barat yang tamak yang bersama-sama
dengan kaum imperialis Rusia, telah kerapkali mengganggu kedamaian dan
ketenangan wilayah-wilayah Islam.[16]
B.
Riwayat Pendidikan Jamaludin al-Afghani
Jamaludin Al-Afghani pertama kali belajar Agama dari ayahnya
sendiri yang bernama Sayid Shaffar, seorang pengusaha yang terkenal dan juga
sebagai seorang yang alim. Ia dididik oleh ayahnya tentang berbagai ilmu,
seperti Bahasa Arab, Ilmu Fiqh, dan
Tauhid, Hadist dan Tafsir, serta Akhalak dan Tasawuf.
Kemudian pada uasia 16 tahun al-Afghani dikirim ke India untuk
belajar dengan ulama-ulama yang terkenal. Berbagai ilmu pengetahuan baik ilmu
Agama, ilmu umum, Bahasa Arab maupun Filsafat dipelajarinya dengan tekun. Di
lain sisi, ketika ia tengah belajar ke India yang pada saat itu tengah di jajah
oleh Inggris, al-Afghani menyaksikan betapa kejamnya Inggris terhadap rakyat
Negeri jajahannya. Sikap sewenang-wenang, ketidak adilan, dan sikap yang arogan
menjadi tontonan umum dimana-mana. Apa yang disaksikan ole al-Afghani itu
menimbulkan sikap muak dan benci terhadap kaum penjajah tanpa terkecuali,
termasuk juga Bangsa Inggris yang saat itu menjajah negeri Afghanistan maupun
negeri India.[17]
C.
Karya-Karya Jamaludin al-Afghani
Perjalanan karya atau karier
al-Afghani tidaklah semudah yang dibayangkan dengan tekat yang kuat dan
pendirian yang teguh ia menjadi seorang yang sangat terpandang dan di kagumi
oleh semua orang. Faktor-faktor pendidikan dan pengalaman hidupnya yang menjadi
dasar dari kariernya itu.
1)
Karya
Pertamanya di Afghanistan
Ketika selesai
studinya di India Jamaludin al-Afghani pulang ke Afghanistan segera ia
menerjunkan diri ke kancah dunia politik. Dalam waktu yang relative singkat ia
telah menjadi salah satu tokoh yang cukup popular di tengah- tengah masyarakat.
Sebaliknya, nama Jamaludin al-Afghani bagi penguasa mulai di perhitungkan,
begitu juga dengan kaum penjajah. Kondisi politik negeri Afghanistan seperti
ini hampir sama dengan kondisi politik pada negeri-negeri Islam lainnya. Inilah
sebabnya sejarah akan sencatat diri Jamaludin al-Afghani sebagai tokoh yang
hadir di negeri Islam pertama kali, ia disambut oleh penguasa dengan penuh
penghormatan (suatu penghormatan semu) karena dibalik penyambutan yang seperti
itu ada maksud agar Jamaludin al-Afghani mendukung penguasa zalim yang didukung
oleh kaum penjajah. sementara itu Jamaludin al-Afghani adalah tokoh yang
dikenal sebagai pejuang yang pantang menggadaikan prinsip-prinsip Islam
walaupun ditukar nya dengan kemilaunya kemewahan dunia.
Sikap seperti
inilah yang membuat ia tidak akan bertahan lama untuk hidup di suatu negeri.
Pera penguasa dengan tipu dayanya akan membuat al-Afghani tidak betah
tinggaldinegeri itu atau dengan terang-terangn penguasa itu akan mengusirnya
dari negeri itu.
2)
Karyanya
Di Mesir
Pada tahun 1871
al-Afghani berada di Mesir kebetulan bertemu dengan tokoh muda yang berilian
otaknya, yaitu Muhammad Abduh yang kelak akan menjadi mujadid pula dalam
pembaharuan dunia Islam.[18]
Di Mesir ia menetap
di Cairo dan pada mulanya menjauhi persoalan- persoalan politik Mesir dan
memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra Arab. Rumah tempat ia
tinggal menjadi tempat pertemuan murid-murid dan pengikut-pengkutnya. Disinilah
ia memberikan kuliah dan mengadakan diskusi. Para peserta terdiri dari
orang-orang terkemuka dalam bidang pengadilan, dosen- dosen, maasiswa dari
Al-Azar serta pergurun tinggi lain, dan juga pegawai-pegwai pemerintah.
Tetapi al-Afghani
tidak dapat meninggalkan lapangan politik. Ditahun 1876 turut campur tangan
Inggris dalam bidang soal politik di Mesir makin meningkat. Untuk dapat bergaul
dengan orang-orang politik di Mesir ia memasuki perkumpulan Freemason Mesir.
Diantara anggota perkumpulan ini terdapat Putra Mahkota.
Untuk membentuk
suatu partai politik, maka pada tahun 1879 atas usaha al-Afghani terbentuklah
partai Al-Hizb al-Watani (Partai Nasional). Slogan “Mesir untuk orang Mesir” mulai kedengaran. Tujuan partai
ini selanjutnya adalah untuk memperjuangkan pendidikan yang universal,
kemerdekaan pers dan memasukkan unsur-unsur Mesir kedalam posisi-posisi dalam
bidang militer.
Atas sokongan
partai ini al-Afghani berusaha menggulingkan Raja Mesir yang berkuasa pada
waktu itu, yakni Khedewi Ismail, untuk diganti dengan putra mahkota Tewfiq,
yang berjanji akan mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang di tuntut oleh
Partai Nasional. Tetapi setelah menjadi Khedewi
Tewfiq, atas tekanan Inggris mengusir Aal-Afghani keluar dari Mesir.[19]
Masa delapan
tahun menetap di Mesir itu menurut pihak Mesir sendiri mempunyai pengaruh yang
tidak kecil bagi umat Islam disana. Dan al-Afghanilah yang membangkitkan
gerakan berfikir di Mesir sehingga Negara ini dapat mencapai kemajuan.
3)
Karya
Jamaludin al-Afghani di Persia
Pada tanggal 23
september 1883 Al-Afghani berangkat ke London dan pada saat keberangkatannya ia
mengirim surat kepada Syekh Muhammad Abduh yang pada saat itu tengah menjalani
pengasingan di Beirut (Siria) dan memberitahukan kepada dirinya tengah dalam perjalanan
menuju Inggris. Ternyata setelah beberapa saat menetap di London, al-Afghani
tidak merasa kerasan atau nyaman. Oleh karena itu ia segera pindah ke Paris
(Prancis), suatu negeri yang dikenal luas sebagai tempat yang idel bagi setiap
pelarian politik dari berbagai Negara yang yang pemerintahannya sangat otoriter
dan despotis. Negara Perancis dikenal sebagai Negara yang sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai demokratis dan hak-hak asasi manusia.
Dikota Paris
inilah al-Afghani bermaksut untuk menerbitkan suatu majalah guna untuk menyebar
luaskan ide-ide pembeharuannya ke seluruh penjuru dunia Islam. Lewat majalah
itu diharapkan dapat menjadi media pembentuk opini masyarakat Muslim di seluruh
dunia Islam akan hak-hak yang harus direbut kembali dan diperjuangkan sekuat
mungkin dari kaum penjajah. Demikian pula dengan majalah ini akan dapat
digunakan sebagai media pembinaan bagi umat Islam di dunia Islam dalam kesatuan
Ideologi, politik serta stategi perjuangan sebagai cita-cita.[20]
4)
Karya
al-Afghani di India dan Prancis
Setelah
mengusirnya dari Kairo, Al-Afghani berkunjung lagi ke India. Ia singgah di
Bombay dan kemudian pindah ke Hyderabad yang merupakan pusat kebudayaan Islam
pada zaman itu. Kalangan orang-orang yang berpendidikan baru saja kembali dari
Amerika serikat dimana ia telah melihat-lihat praktek pelaksanaan demokrasi dan
memperoleh naturalisasi. Kemudian ia memilih untuk pergi ke Paris, bukan ke
London. Pikirnya paris merupakan salah satu pusat saraf politik Internasional.
Programnya sendiri ialah untuk membebaskan Negara-negara Islam dari perbudakan
imperialisme Eropa.
Di
Perancis kegiatan al-Afghani bermacam-ragam. Ia menulis dan berbicara mengenai
prinsip-prinsip, lembaga-lembaga dan prestasi Islam. Dengan giginya ia
mengerangkan cita-cita Negara-negara Islam dan perlunya pembaharuan di
Negara-negara itu. Ia juga menjawab kritik-kritik terhadap Islam dan kebudayaan
Islam. Ia tidak pernah berbicara menentang kepercayaan lain, baik Kristen
maupun Judais. Walaupun demikian, ketika seseorang salah menggambarkan
fakta-fakta tentang masa lampau Islam, ia dengan beraninya menghadapi atas
dasar intelektual.
Di
bulan Maret 1883, di Universitas Sorbonne, cendikiawan prancis Ernest Renan
memberikan kuliah tentang Islam dan ilmu Pengetahuan, dan mengemukakan beberapa
tanggapan yang menyinggung perasaan masyarakat Muslim. Jawaban al-Afghani
kepada Renan begitu efektif sehingga cendikiawan itu mau tidak mau
menghargainya dan bahkan menyetujui pandangan tersebut. Penyelidikan ilmiah dan
riset menurutnya merupakan salah satu
sifat cara hidup Islam. Ia selalu berkata “diantara semua agama, islamlah yang
paling dekat pada pencapaian tentang benda-benda dan ilmu pengetahuan. Tidak
ada pertentangan antara dasar-dasar Islam dan ilmu pengetahuan modern serta
informasi ilmiah”. Rekan keerja sama al-Afghani yang lebih muda terdiri dari
orang-orang seperti Sheik Abduh, Saad Zaghlul dan Mirza Baguir Irani.
Agar gagasannya
serta tujuan dan misinya dapat diketahui oleh masyarakat-masyarakat Islam
maupun penguasa-penguasa mereka. Jamaludin menerbitkan sebuah surat kabar
mingguan yang bernama Urwat al-Wuthqa (hubungan yang tidak dapat terpecahkan).
Terbitan pertamanya muncul pada tanggal 13 Maret 1884. Seluruhnya hanya 18
nomor saja dari surat kabar mingguan itu yang dapat muncul disebabkan suasana
yang sangat sulit yang diciptakan oleh kaum imperialis.
Tujuan-tujuan
pokok yang menjadi ciri mingguan itu adalah: pertama untuk memberikan informasi
kepada orang-orang Muslimin tentang tipu daya kaum imperialis dengan maksud
untuk menggugah mereka kembali kearah persatuan politik dan untuk mengungkapkan
kepada Negara-negara Islam bahwa beberapa Negara-negara Eropa sebenarnya
mengambil keuntungan dari pertikaian-pertikaian serta sikap naif dalam negeri
Negara-negara Islam itu, kedua, untuk melindungi setiap perbatasan Negara Islam
terhadap serangan-serangan ataupun pengacauan dari Negara lain dan untuk
menggunakan keseliruhan sumber mereka guna untuk menghadapi agresi. ketiga,
untuk berjuang bagi pembebasan semua Negara yang dikuasai oleh kekuatan
colonial Barat.[21]
Jadi, salah
satu tujuan misi al-Afghani ialah untuk menjelaskan kepada Negara-negara Islam
agar mereka membangun pertahanan nasional mereka sendiri dan jangan
menggantungkan diri pada potensi militer Negara-negara Eropa. Demi kepentingan
keselamatan dan kedaulatan mereka sendiri. Sebuah tentara yang terorganisasi
baik di setiap Negara dipandang mutlak perlu guna melindungi
kemerdekaannya.
Al- Afghani
terus menerus mengikuti perkembangan politik internasional, khususnya yang
menyangkut Negara-negara Islam.
D.
Perkembangan Pemikiran Jamaludin al-Afghani
Jamaludin al-Afghani mempunyai pemikiran di berbagai bidang Ilmu
pengetahuan, diantaranya di bidang Filsafat, bidang Kebudayaan, bidang Politik,
dan dalam bidang Tasauf. Pemikiran-pemikiran inilah yang menjadi pondasi
utamanya dalam pencapaian cita-citanya.
1.
Dalam
Bidang Filsafat
Jamaludin al-Afghani tokoh muslim
pertama kali yang memperingatkan kepada dunia Islam khususnya akan bahayanya
faham Materialisme.
Dalam suatu
tulisanya ia mengatakan “kadang-kadang ia menonjolkan dirinya kepada kita,
sebagai sahabat bagi yang lemah (kaum miskin) dan menjadi pembela bagi
orang-orang yang tertindas. Tetapi apapun yang dikatakan mereka, segala
tindakannya menggoncangkan suasana dan merusakkan sendi-sendi masyarakat dan
memusnakan jasa peluh keringat yang telah dikerjakan orang, sebagai pekerjaannya.
Perkataannya
menusuk jantung hati dan pikiran-pikiran yang mulia, cita-cita mereka meracuni
jiwa kita, segala gerakan mereka menjadikan kerusuhan yang sambung-menyambung
yang dikatakannya mendirikan mendirikan susunan yang baru”.[22]
Selanjutnya al-Afghani
menunjukan dengan jelas, “perbedaan antara sosialisme Islam yang didasarkan
kepada cinta dan kasih saying, penalaran dan kebebasan, dengan sosialisme
komunis, yang didasarkan kepada kebendaan (materi), yang mandul dari kasih sayang,
yang pada akhirnya menimbulkan perasaan benci-membenci. Komunisme, ganti
berganti saling menjatuhkan kawan karena sifat keangkuhan (selfish-ness) yang
tidak dapat dikekang, dan mereka memang tidak memiliki pengekang itu, karena
tidak beragama dan memecah belah masyarakat mereka, tirani yang diselimuti atas
nama rakyat”.[23]
Sayid jamaludin
al-Afghani termasuk tokoh yang mengagungkan akal pikiran. Akal menjadi dasar
pokok bagi kehidupan masyarakat Islam,
sebab hilangnya agama adalah bagi orang yang kehilangan akal.
Justru kasrena
itu ia termasuk pendukung pendapat golongan yang membebaskan diri dari faham
takdir yang berkonotasi al-jabr yang didalam terminology modern akhirnya
dikenal dengan istila fatalisme, yaitu sustu faham yang percaya pada suatu
takdir dengan mengesampingkan kekuatan akal untuk menghindarkan diri dari
marabahaya. Faham fatalisme adalah faham asing dalam ajaran Islam. Jamaludin al-Afghani
menegaskan dalam pemahamannya terhadap surat ar-Ra’du : 11 dan surat al-Anfal :
53.
Surat ar-Ra’du (13) : 11
Artinya:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
Dan surat al-Anfal (8) : 53
Artinya:
“Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya
Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Sesungguhnya semakna dengan istilah presdetination
yaitu kepercayaan yang menguatkan akal pikiran untuk mengambil keputusan.
Dengan kepercayaan yang seperti itu seorang muslim akan meningkatkan energy
moralnya dan mendorongnya agar ia bertawakal dan bersabar dalam usaha mencapai
suatu tujuan. Dengan kata lain Jamaludin Aa-Afghani mempunyai faham bahwa
memang benar bahwa setiap manusia atau bangsa ada di dalam kekuasaan dan takdir
Allah, namun kepercayaan itu tidak menimbulkan sikap apatis dan fatlis, bahkan
akan membina sikap tawakal sepenuhnya kepada kekuatan Allah dan mendorong
dirinya semakin giat untuk berjuang dan berikhtiar.
2.
Dalam
Bidang Kebudayaan
Dalam upaya
membangun Ilmu Pengetahuan, pradaban dan kebudayaan Islam, al-Afghani sangat
mengenjurkan agar umat Islam berjuang dengan sekeras-kerasnya untuk menguasai
Ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang telah dilakukan oleh Negara-negara
Barat. Nasib umat dunia Islam di dunia ini sepenuhnya terletak di tangan umat
Islam itu sendiri. Oleh sebab itu umat Islam harus bangkit dari zaman
kebodohannya.
Jamaludin al-Afghani
tidak sama sekali memusuhi kebudayaan Barat yang maju. Bahkan ia sangat memuji
dan memberikan penilaian yang positif terhadap kebudayaan yang telah mereka
capai, khususnya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Namun dalam hal
ini al-Afghani mengingatkan umat Islam bahwa bersamaan dengan perkembangan Ilmu
pengetahuan dan teknologi, umat Islam harus tetap konsisten terhadap
prinsip-prinsip ajaran Islam. al-Afghani sampai pada kesimpulan bahwa faktor
kebudayaan dan peradaban yang didasarkan kepada kemajuan material, seperti
pembangunan kota-kota besar, pendirian perusahaan raksasa, atau mencipta
mesin-mesin ultra modern yang dipergunakan untuk membunuh dan menghancurkan.
Dalam membangun
kebudayaan dan peradaban Islam Al-Afghani juga menyinggung masalah pengembangan
bahasa sebagai salah satu unsur pokok dalam suatu kebudayaan. Jamaludin al-Afghani
menegaskan bahwa suatu bangsa yang tidak menggunakan bahasanya sendiri, mereka
tidak mungkin dapat mengembangkan perasaan
yang baik dalam masyarakat.
Sehingga
habislah harga diri sebagai bangsa, apabila mereka tidak memiliki sejarah
bangsanya sendiri. Disinilah tampak al-Afghani berusaha mengembalikan harga
diri dan menumbuhkan kebanggaan berbangsa yang telah hilang dari berbagai
negeri Islam akibat mereka memandang tinggi dan mulia terhadap segala apapun
yang datang dari Barat, sementara mereka memendang hina dan melecehkan terhadap
apapun yang muncul dari dunia timur.
3.
Dalam
Bidang Politik
Pada mulanya al-Afghani
menjauhi persoalan-persoalan politik Mesir dan memusatkan perhatiannya pada
bidang ilmu pengetahuan dan sastra Arab. Rumahnya dijadikan sebagai pertemuan
murid-murid dan pengikut-pengikutnya. Di sinilah ia memberikan kuliah dan
mengadakan diskusi. Pesertanya terdiri atas orang-orang terkemuka dalam bidang
pengadilan, dosen-dosen, mahasiswa, bahkan pegawai-pegawai pemerintah. Muhammad
‘Abduh dan Sa’ad Zaghlul, pemimpin kemerdekaan Mesir adalah murid-murid al-Afghani.[24]
Dalam gerak politisnya,
al-Afghani senantiasa berpihak pada kelompok yang menentang kolonialisme
Inggris yang menyebar hamper diseluruh Timur Tengah. Gerakan al-Afghani
senantiasa beridiom Pan Islamisme dan Anti colonial. Kelihaiannya dalam
berkomunikasi dengan para penguasa Muslim menyebabkan ia menjadi incaran mereka
untuk dijadikan partner atau pun penasehat.
Hal itu
dibuktikannya ketika ia berusia 20 tahun telah menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan
di Afghanistan. Pada tahun 1964 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan dan beberapa
tahun kemudian ia diangkat menjadi perdana Mentri oleh Muhammad A’zham Khan.
Karena campur tangan Inggris dalam soal politik di Afghanistan dan kekalahannya
dalam pergolakan melawan golongan yang disokong Inggris, ia meninggalkan Afghanistan
dan pergi ke India tahun 1869. Namun di India juga ia merasa tidak bebas
bergerak karena Negara ini telah jatuh ke tangan colonial Inggris.
Oleh karena
itu, ia pergi ke mesir pada tahun 1871 dan menetap di Cairo. Pada saat itu
ide-ide baru disiarkan At-Tahtawi melalui buku terjemahan dan karangannya,
telah mulai meluas dikalangan masyarakat Mesir, diantaranya ide Trias
Politica dan Patriotisme. Hal ini mempunyai andil dalam gerakan al-Afghani
dengan gerakan-gerakan pembaharuannya.[25]
Ide modernisme
pertama mengenai pembaharuan politik disuarakan oleh al-Afghani. Ada dua unsur
utama dalam pemikiran politik Al-Afghani: Kesatuan dunia Islam dan populisme.
Kesatuan
politik di dunia Islam , dikenal
dengan sebutan Pan Islamisme, didesak oleh al-Afghani sebagai satu-satunya
benteng pertahanan terhadap pendudukan dan dominasi asing atas negeri-negeri
muslim.
Adapun
Populisme , timbul dari pertimbangan keadilan
intrinsiknya dan kenyataan bahwa suatu pemerintahan konstitusional oleh rakyatlah
yang akan kuat berdiri. Dengan kata lain, kekuasaan ditangan rakyat (demokrasi)
yang sekaligus sebagai jaminan untuk menghadapi kekuatan dan intik-intrik asing.
[26]
Hal ini
didengungkan ketika ia kembali terjun ke lapangan politik pada tahun 1876. Ia
melihat adanya campur tangan Inggris dalam hal politik di Mesir. Keadaan
politik yang terjadi pada waktu itu mendorong al-Afghani terjung dalam kegiatan
politik di Mesir. Ia memiliki perkumpulan Freemason, suatu perkumpulan
yang terdiri atas para politikus di Mesir, lalu pada ahun 1879 terbentuklah
suatu partai politik dengan nama Hizb Al-Wathan (Partai Kebangsaan).[27]
Dengan partai
tersebut Al-Afghani berusaha menanamkan kesadaran nasionalisme dalam diri orang-orang
Mesir. Partai ini bertujuan untuk memperjuangkan pendidikan unsur-unsur Mesir
kedalam posisi militer. Kegiatan yang dilakukan oleh al-Afghani selama berada
di Mesir memberi pengaruh yang besar bagi umat Islam disana. al-Afghani lah
yang membangkitkan gerakan pemikiran di Mesir sehingga Negara itu dapat
mencapai kemajuan dan menjadi Negara yang modern.
4.
Bidang
Tasawuf
Jamaludin al-Afghani termasuk orang
yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan
‘tazkiyatun-nafsi’ atau mensucikan pribadi, antara lain dimana dan kapanpun
selalu menyebutkan Asma Allah (dzikrullahi) dengan menghitung biji tasbinya
yang tak pernah lepas dari jari-jemarinya sekalipun ia tengah menghadap dan
berbincang-bincang dengan seorang raja. Sementara mengenai ajaran menuju ‘fana’
dalam ilmu tasawuf yaitu meniadakan diri untuk hidup berzuhud yang bersih dari segala
pamrih keduniawian oleh al-Afghani ditafsirkan lain.
Pengertian
menuju ‘fana’ tidak lain mengandung pengertian melebur kepentingan diri pribadi
bagi kepentingan dan perjuangan bersama. Tasawuf semacam inilah yang
dituntunkan oleh Allah dan Rasulnya dan hal seperti inilah yang dibuktikan
sendiri oleh al-Afghani sampai akhir hayatnya.[28]
BAB III
PEMIKIRAN JAMALUDIN AL-AFGHANY
TENTANG PAN ISLAMISME
A.
Pengertian Pan Islamisme
Pan Islamisme merupakan suatu ide yang bersifat internasional yang
bermaksud untuk menggalang hubungan Ukhuah Islamiyyah antar sesama orang
Islam dan biasanya dikaitkan dengan gerakan kilafat. Ada kaitan erat antara ide
Pan Islam dengan jabatan khalifah yang dipegang oleh Sultan Turki. Pada tahun
1517, Sultan Turki Usmani bernama Salim I merebut Mesir dan menggulingkan
Khalifah Abasiah terakhir.
Kemudian sultan Turki mengangkat dirinya sebagai khalifah serta
pelindung Mekkah dan Madinah. Ia berusaha untuk menciptakan kepamimpinan dunia
Islam dan mengaku bahwa kendali pimpinan berada di tangannya. Sejak abad XVII
secara pelan-pelan Sultan Usmani mulai memamfaatkan ide Khalifah ini semacam
Paus Islam. Hal ini membawa akibat adanya kesalah pahaman di Eropa sejak lahir
abad XVIII, menganggap khalifah sebagai bapak rohani seluruh umat Islam,
seperti kenalnya kedudukan Paus yang menjadi kepala rohani bagi seluruh umat
katolik. Demikian sampai awal abad XX, secara turun-temurun kepada Negara Turki
selalu meggunakan title Sultan dan Khalifah. Sebagai Sultan, ia mempunyai
kekuasaan duniawi untuk mengatur Negara dan sebagai khalifah mempunyai wewenang
rohani untuk mengurus masalah agama. [29]
Pengertian Pan Islam secara klasik adalah penyatuan seluruh dunia
Islam dibawah satu kekuasaan politik dan agama yang dikepalai oleh seorang
khalifah. Secara modern bisa diartikan bahwa kepemimpinan tersebut hanya
meliputi bidang agama. Dalam perkembangan selanjudnya, Pan Islam hanya sekedar
berusaha untuk menyatukan seluruh umat Islam dalam satu ikatan setia kawan.
Atau menghidupkan ukhuwah Islamiyah dikalangan dunia Islam.
Meskipun demikian Pan Islam dalam pengertian ini tetap dianggap
berbahaya oleh Negara-negara penjajah, sebab justru biasa membangkitkan
perlawanan bangsa-bangsa Islam yang dikuasainya. Ke khawatiran Negara-negara
penjajah terhadap Pan Islam memang beralasan, apalagi pada waktu meletusnya
perang dunia I Negara Turki terlibat perang bersama Jerman melawan sekutu.
Pada waktu itu Turki merencanakan perang suci dan dari sana Panitia
Nasional Khalifah mengeluarkan berbagai seruan keseluruh dunia Islam bahwa perang
suci itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Maka disarankan di setiap
Negara-negara Islam dibentuk gerakan suci, baik bersifat rahasia maupun
terang-terangan.
Pada masa-masa perang dunia I itu, cukup banyak selebaran-selebaran
yang bertujuan untuk menggalangkan perang suci melawan penguasa-penguasa kafir
di negeri Islam.
Meskipun kepulawan Indonesia relatif sangat jauh dari Turki, hal
ini tidak menghalangi terjadinya hubungan antara keduanya. Hubungan telah
terjadi sejak beberapa abad yang lalu sedang Belanda tidak akan lupa dengan
kenangan itu. Pada abad ke XVI Aceh mempunyai perwakilan di Islambul, sedang
senjata api Turki dan tentara dikirim ke Aceh untuk membantu tentara Sabil dalam
menghadapi Portugis di Malaka.
Gerakan Pan Islamisme ini didesak oleh Al-Afghani sebagai
satu-satunya benteng pertahanan terhadap pendudukan dan dominasi asing atas
negeri-negeri Muslim yang semakin lama semakin terpojok oleh bangsa-bangsa kolonial
yang hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri.[30]
B.
Latar Belakang Berdirinya Gerakan
Pan Islamisme
Al-Afghani
melihat bahwa kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam tidak sesuai lagi
dengan perkembangan zaman dan perubahan kondisi. Kemunduran ini disebabkan oleh
beberapa factor.
Umat Islam
telah dipengaruhi oleh sifat statis, berpegang pada taklid, bersikap fatalis,
telah meninggalkan akhlak tinggi, dan telah meninggalkan ilmu pengetahuan. Ini
berarti bahwa umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya yang
menghendaki agar umat Islam bersifat dinamis, tidak bersifat fatalis, berpegang
teguh pada akhlak yang tinggi, dan mencintai ilmu pengetahuan. Sikap statis itu
membawa umat Islam menjadi tidak berkembang dan hanya mengikuti apa yang telah
menjadi hasil ijtihad para ulama sebelum mereka.
Mereka
hanya bersikap menyerah dan pasrah pada nasib. Faktor lainnya ialah adanya
paham Jabariah dan salah faham qadha (ketentuan tuhan yang belum terjadi dan
qadar (ketentuan tuhan yang sudah terjadi), paham itu menjadikan umat Islam tidak mau berusaha dengan
sungguh-sungguh dan giat bekerja.[31]
Kemudian ada faktor
lain yang mendorong munculnya gerakan Pan Islamisme.
1.
Dunia Kristen, walaupun terpisah secara
geografis, budaya, dan nasab namun akan selalu menggalang pemersatuan kekuatan
untuk menghadapi dunia Islam. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt dalam
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 120
وَلَنْ تَرْضَى
عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Artinya:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.”
2.
Pada masa kehidupan al-Afghani mayoritas
Negara-negara Islam tidak berdaya melawan kekuatan imperilis Barat. Perlawanan
yang dilakukan Negara Islam tidak sebanding dengan kekuatan militer bangsa
penjajah
3.
Al-Afghani menyimpulkan bahwa kebencian umat
Kristen terhadap Umat Islam bukan hanya datang dari sebagian umat Kristen namun
berasal dari semua lapisan masyarakat. Dan keadaan ini akan tetap berlangsung
hingga umat Islam mau mengakui keunggulan Kristen kemudian mengikuti segala
produk mereka.
Rasulullah SAW
bersabda :“Sungguh kamu akan mengikuti jalan-jalan [hidup] orang-orang
sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Hingga kalau
mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu pun akan mengikuti mereka.”
Para sahabat bertanya,”Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?” Rasul
SAW menjawab,”Siapa lagi?” (HR Bukhari dan Muslim).
4.
Persatuan umat Islam merupakan sebuah
keniscayaan untuk melawan gelombang serangan bangsa-bangsa Barat yang mayoritas
pemeluk agama Kristen.
¨bÎ) ÿ¾ÍnÉ‹»yd öNä3çF¨Bé& Zp¨Bé& Zoy‰Ïmºur O$tRr&ur öNà6š/u‘ Âcr߉ç7ôã$$sù ÇÒËÈ
Artinya :
“Sesungguhnya,
umat ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian. Oleh karena itu,
beribadahlah kepadaku. (QS al Anbi-ya’: 92).[32]
Masa-masa kejayaan
dunia Islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya, yang pengarunya telah
merebak dan merambah jauh ke beberapa belahan dunia non muslim dan pada
akhirnya juga mengalami masa-masa kemundurannya. Berbagai macam krisis yang
sangat kompleks sekali telah menerpa dunia Islam, diantaranya adalah:
a.
Krisis dalam
bidang sosial politik
Al-Qur’an,
surat Ali Imran: 140 secara tegas menyatakan bahwa kehidupan manusia, baik
secara perorangan maupun kelompok pasti akan mengalami masa Up and Down (Masa
Pasang Surut). Demikian juga yang terjadi pada kehalifahan Abasiah yang
berpusat di Bagdad maupun kehalifahan Umaiyah yang ada di Andalusia bermula
dari kerapuhan dalam penghayatan ajaran Islam terutama yang terjadi dikalangan
para penguasa. Bagi mereka ajaran Islam hanya sekedar diamalkan dari segi
formalistasnya belaka, bukan lagi dihayati dan diamalkan sampai pada hakikat
dan ruhnya, pada masa itu ajaran Islam dapat diibaratkan bagaikan pakayan,
dimana kalau dikehendaki baru dikenakan, akan tetapi kalau tidak diperlukan ia
bisa digantungkan , dan tidak lebih dari itu. Akibat sikap yang seperti ini
terutama para pengendali pemerintahan mereka mulai memarjinalisasikan agama
dalam kehidupannya yang mengakibatkan munculnya penyakit rohani yang sangat
mnjijikkan seperti keserakahan dan tamak terhadap keserakahan dan kehidupan
duniawi, dengki dan iri terhadap kehidupan orang lain yang kebetulan yang
sedang menerima sukses dan sebagainya.
Akibat
lebih jauh adalah munculnya nafsu untuk berebut kekuasaan tanpa disertai etika
sama sekali. Terhadap bawahan diperas dan di injak, sementara terhadap atasan
laku menjilat dan memuji berlebih-lebihan menjadi hiasan mereka. Sesama
keluarga ningrat saling berebut kekuasaan. Ayat-ayat al-Qur’an di tafsirkan
demikian rupa agar dapat membenarkan laku para penguasa yang terang-terangan
telah menyimpang jauh dari ajaran Islam.
Lebih
jelasnya etika politik Islam telah di injak-injak, hingga tidak segan-segan
mereka menyebarkan fitnah, insinuasi dan sebagainya, demi tercapainya ambisi
politik mereka. Islam tidak dapat dipersalahkan dan dianggap bertanggungjawab
atas stagnasi yang tela lama berlangsung dan dekadensi yang nyata dalam dunia Islam.
Keburukan-keburukan yang ada sekarang harus dinisbatkan kepada orang-orang
Islam sendiri yang tidak dapat hidup menurut ajaran Islam. Jika mereka
kehilangan kemakmuran material yang mereka miliki dahulu hal itu adalah karena
mereka tidak mengindahkan “separuh hukum
tuhan”. Untuk menghilangkan cadar yang menutupi dunia Islam kita perlu
menegaskan bahwa wahyu al-Qur’an itu bersifat rasional secara sempurna, dan
bahwa ajaran nabi mengandung kemingkinan-kemingkinan yang tak terhingga. Ketika
kaum mukminin hidup menurut ajaran agama yang mendorong untuk berfikir yang
memiliki akal yang keritis, Islam tanpak sebagai obor kemajuan.
Kerusakan
dalam dinasti Umaiyah di Andalusia disamping adanya berbagai penyakit seperti
diatas, juga akibat dari tidak konsistennya dalam pengalamannya Islam dalam
memimpin Negara. Sesungguhnya Islam mengajarkan prinsip demokrasi dalam
kehidupan bernegara. Penegasan seperti ini tidak sekedar pengakuan dari orang
Islam sendiri, melaikan orang lain pun mengakui secara jujur sebagaimana
pengakuan yang dikemukakan oleh Profesor Lybyer bahwa “syariat Islam adalah
demokratis pada pokoknya, dan pada prinsip musuh bagi Absolutisme”.[33]
b.
Krisis
Dalam Bidang Keagamaan
Krisis
ini berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama Jumud (konservatif) yang
menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Untuk menghadapi berbagai
permasalahan kehidupan umat Islam. Cukup mengikuti pendapat imam madzhab.
Dengan adanya pendirian tersebut mengakibatkan lahirnya sikap memutlakkan semua
pendapat imam-imam mujtahid, seperti memutlakkan pendapat Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Mazhab bin hambal dan imam-imam mujtahid lainnya. Padahal
imam-imam tersebut masih tetap manusia biasa, bukan manusia maksum yang tidak
akan lepas dari kesalahan. Pengakuan dari para imam mujtahid bahwa pendapatnya
tidak lepas dari kemungkinan salah serta melarangnya untuk dipegangi secara
mutlak.
c.
Krisis Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Krisis
yang ketiga ini hanya sekedar akibat dari adanya krisis dalam bidang sosial
politik dan bidang keagamaan. Bahwa dengan jatunya pusat-pusat kekuasaan Islam,
baik di belahan Barat yang berpusat di Cordova maupun di bagian Timur yang
berpusat di Bagdad ternyata penderitaan yang dialami di dunia Ilmu pengetahuan
adalah sama. Baik kaum Nasrani Spanyol
maupun tentara Mongol sama-sama berperangai Barbar dan sama sekali belum
dapat menghargai betapa pentingnya nilai ilmu pengetahuan, baik yang berupa
perpustakaan maupun lembaga-lembaga pendidikan di porak-porandakan dan dibkar
sampai punah tidak berbekas. Dalam kondisi yang seperti ini sudah barang tentu
dunia pendidikan tidak mendapat ruang gerak yang memadai, segala aspek yang
menunjang berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan serba terbatas. Oleh karena
itu pada masa-masa seperti ini dunia Ialam tidak dapat melahirkan
pikiran-pikiran yang kritis. Lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang ada sama
sekali tidak memberikan ruang gerak kepada mahasiswanya untuk mengadakan
penelitian dan pengembangan ilmu. Kebebasan mimbar dan kebebasan akademik yang
menjadi ruh dan jantungnya pengembangan ilmu pengetahuan Islam satu persatu
surut dan sirna. Cordova dan Bagdad yang semula menjadi lembaga pusat peradaban
dan ilmu pengetahuan berali ke kota-kota besar Eropa.
Suasana
gelap yang menyeliputi dunia Islam akibat berbagai krisis benar-benar mencekam
dan memperihatinkan. Pada saat bangsa Eropa Tengah sibuk melepaskan
armada-armadanya untuk mengarungi berbagai lautan dengan tujuan untuk merampas,
menjajah dan menjarah kekayaan negeri-negeri Islam sekaligus menyebarkan
ajaran-ajaran Injil, pada saat itu pula sebagian besar kaum muslimin tenggelam
dalam ajaran tasawuf yang sudah jauh dari ruhnya Islam. Ajaran yang menyatakan
bahwa dunia adalah penjarah bagi kaum muslimin sangat popular ditengah-tengah masyarakat
Islam di zaman ini.[34]
Masa
kemunduran Islam seperti diatas terus berlangsung sampai akhir abad XVIII, baru
kemudian pada awal abad ke XIX ada usaha-usaha dari beberapa ulama-ulama Islam
yang berpikiran maju untuk membangun kembali kemuliaan Islam dan kejayaan kaum
muslimin.
C.
Tujuan Gerakan Pan Islamisme Menurut
Pendapat al-Afghani
Pendiri yang sebenarnya dari gerakan modernis Islam ialah Jamaludin
al-Afghani. Menurut pengamatan Rahman, sekalipun al-Afghani “tidak menampilkan
modernisme intelektual,” panggilannya untuk penggalian disiplin ilmu dan
filsafat dengan jalan memperluas kurikulum lembaga-lembaga pendidikan dan
pembaharuan pendidikan pada umumnya, telah sangat mempengaruhi lalu lintas
pemikiran dan sikap modernis Islam sampai dengan saat sekarang. Dalam diri al-Afghani
“pembaharuan ke dalam dan pertahanan keluar diberi corak khas dan disatukan.” [35]
Program politiknya lewat Pan Islamisme “bertujuan menentang
penetrasi Eropa” yang mencapai titik puncaknya pada abad ke 19 M. untuk pembaharuan
kedalam, al-Afghani mengikuti gerakan Wahabi tapi lebih komprehensif dalam
ruang lingkup dan dimensinya, berjuang dengan penuh semangat untuk membebaskan
hati dan otak ummat dari takhayul, masa bodoh dan pasivisme. Tetapi berbeda
dengan wahabisme, al-Afghani menekankan “menggunakan akal manusia dengan lebih
bebas” dan menolak “tradisionalisme tanpa berfikir” dan juga ditolaknya
“peniruan membabibuta terhadap Barat Kristen.”[36]
Menurut pendapat al-Afghani orang mampu mencapai tingkat tertinggi
dari kesempurnaan manusia kecuali tingkat kenabian. al-Afghani juga percaya
bahwa akal harus menjadi dasar iman tanpa batas tetapi melalui bukti yang
sebenarnya.[37]
Menurut
pemikiran al-Afghani lemahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan umat Islam tentang
dasar-dasar ajaran agama mereka, lemahnya rasa persaudaraan, dan perpecahan
dikalangan umat Islam yang disertai dengan pemerintahan yang absolute,
mempercayakan kepemimpinan kepada orang yang tidak dapat dipercaya, dan
kurangnya pertahanan militer merupakan faktor yang ikut membawa kemunduran umat
Islam.
Faktor-faktor
ini semua menjadikan umat Islam lemah, statis, fatalis, dan mundur. Menurut al-Afghani
jalan untuk memperbaiki keadaan umat Islam ialah sebagai berikut.
1. Melenyapkan pengertian-pengertian yang
salah yang dianut pada umumnya dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar Islam yang
sebenarnya. Hati mesti disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali,
demikian pula ajaran-ajaran dasar, umat Islam akan dapat bergerak maju mencapai
kemajuan.
2. Corak pemerintahan otokrasi harus diubah
dengan corak pemerintahan demokrasi. Kepala Negara harus mengadakan syura dengan
pimpinan-pimpinan masyarakat yang mempunyai banyak pengalaman. Pengetahuan
manusia secara individual terbatas sekali. Islam dalam pendapat al-Afghani menghendaki
pemerintahan republik yang didalamnya dapat membebaskan mengeluarkan pendapat
dan kewajiban kepala Negara tunduk kepada undang-undang dasar.
3. Di atas segala-galanya persatuan umat
Islam diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang erat,
umat Islam akan dapat kembali memperoleh kemajuan. Persatuan dan kerjasama
merupakan sendi yang amat penting dalam Islam
Tujuan gerakan Pan Islamisme oleh al-Afghani di jelaskannya dalam sebuah
buku yang berjudul Tatimmat al-Bayan Fi tarikh al-Afghan , dalam buku
ini al-Afghani mengatakan dengan tegas ide-ide dan gagasan-gagasannya yang
ditujuakan untuk para penguasa atau pemimpin khususnya dan kepada seluruh ummat
muslim umumnya. Pada halaman akhir buku ini BAB yang berjudul nasehat bagi
pemimpin yang berkuasa di masa nya isinya
yaitu:
1. Seorang pemimpin harus berpegang teguh
dengan agama sehingga menjadi tauladan yang baik bagi setiap ummatnya.[38]
2. Tujuanmu adalah untuk kebahagiaan dan
kemakmuran rakyat serta agama Islam.
3. Ketika seseorang memegang kendali maka
kita harus bergaul dengan pengikut dengan baik, dan dengan rakyat dengan kasih
sayang layaknya orang tua supaya rakyat yakin tujuanmu untuk membahagiakan
mereka.
4. Kamu harus menghargai apayang dikerjakan
bawahanmu dan jangan melupakan hal yang utama di antara mereka, supaya tekat
dan semangat untuk melayanimu semakin kuat ihklas dan istiqomah.
5. Hendaklah kamu menjauh dari toleransi
terhadap orang yang zalim dan menghukum pada orang yang salah meskipun anakmu
sendiri.
6. Jangan memberikan kesempatan untuk
mendapatkan peluang kepada bangsa lain untuk mendapatkan hak atau peluang maka
itu akan merusak kekuasaan dan negaramu.
7. Tatkala kekuasaan Inggris masih tersisa
pada zaman ini maka kamu jalani saja dan tetapkan tekat kamu untuk memerdekakan
negaramu.
8. Jadikanlah kewajiban pertama yang
membebanimu menjaga kemaslahatan rakyatmu dalam situasi apapun.
9. Sedangkan permasalahan yang khusus
berhubungan dengan urusan politik maka kamu janganlah menyerahkan atau
membebankan kepada para pembantumu maka kamu harus menghadapkan tekatmu dengan
mengandalkan kamu sendiri.[39]
10. Dalam urusan peperangan harus
mempersiapkan diri jauh-jauh hari dan memperkokoh serta memperkuat dengan
sempurna dan alat-alatnya di masa yang aman maka kalau tiba peperangan akan
mudah mempersiapkanya.
11. Untuk pera bawahan buatlah para penguasa
atau raja senang sehingga mereka menyukaimu sehingga mereka tidak
meninggalkanmu di saat kamu membutuhkanya mengorbankan kehidupan mereka
sehingga mereka mencintaimu dan mengharapkan kehidupanmu.
12. Kamu harus mengetahui keuangan Negara
adalah milik ummat bukan kekuasaan raja dan pemimpin mereka hanya sebagai
penjaga yang dapat dipercaya, apabila menggunakan harta yang dititipkan
kepadanya untuk kebaikan dirinya sendiri maka ia berhianat untuk Negara.[40]
Dari kutipan diatas jelas bahwa tujuan
dari gagasan atau ide Pan Islam adalah untuk mempererat dan menjalin tali
sirahturahmi antar sesame rakyat, rakyat dengan penguasa, dan penguasa dengan
penguasa. Umumnya untuk seluruh ummat Islam di belahan dunia.
D.
Urgensi Pemikiran Jamaludin
al-Afghani Terhadap Pembaharuan Islam Modern
Umat
muslim membutuhkan suatu yang dapat mendorong dan membukakan pintu hati seluruh
umat muslim yang sudah sangat terperosok jauh dari ajaran Islam yang
sebenarnya. Maka dari itu setelah gerakan Pan Islam datang umat muslim sangat
menyambut antusias walaupun gerakan ini belum begitu dapat berkembang secara
bebas, dikarenakan mendapat reaksi yang sangat kuat dari para elite politik dan
Negara-negara penjajah atau colonial.
Namun demikian, dukungan terus
datang dari berbagai penjuru dunia yang sudah menerima berita tentang adanya
gerakan yang dapat menyatukan umat muslim, yang sudah dinilai mulai menjauh
dari ajarannya.
Jamaluddin al-Afghani berpengaruh besar sekali terutama
di Mesir, baik pada generasi muda (pelajar) dan sebagian ulama Azhar misalnya
M. Abdul Karim Salman, Syeikh Ibrahim Allaqani, Syeikh Saad Zaqlul, pengaruh
dari tokoh pembaharuan dalam Islam ini kita melihat dari Turki ketika Inggris
menduduki Mesir tahun 1882, Jamaluddin al-Afghani serta merta di usir. Kemudian
melanjutkan ke Konstatinopel, dan ia mendapat perlindungan dari Abdul Hamid,
lalu membentangkan politik Pan Islamisme.[41]
Adapun
mamfaat atau perkembangan-perkembangan modern yang telah dirasakan pada masa
modern di berbagai bidang diantaranya Modernisme Intelektual dan Modernisme
Politik.[42]
a.
Modernisme
Intelektual
Walaupun tantangan modern secara
langsung dan terutama ditujukan kepada lembaga-lembaga sosial Islam,
Hukum-hukum perkawinan dan perceraiannya, posisi wanita dan hukum-hukum ekonomi
tertentu dan lain-lain, tetapi ia juga mengasumsikan proporsi intelektual yang
murni, karena suatu perubahan dalam adat-istiadat sosial melibatkan pemikiran
kembali tentang etika sosial, yang menyentu ide-ide dasar keadilan sosial.
Tetapi terlepas dari hal
tersebut juga terdapat masalah-masalah yang di timbulkan oleh teori-teori
filsafat dan ilmu pengetahuan Barat modern mengenai kepercayaan-kepercayaan
khusus yang berhubungan dengan tuhan, hubungan-Nya dengan alam dan manusia
serta kehidupan akhirat, masalah-masalah yang telah dibahas selama berabad-abad dalam Islam oleh filosof-filosof
dan ulama-ulama Islam, namun yang mengasumsikan proporsi-proporsi baru dalam
perkembangan-perkembangan rasionalisme dan ilmu penggetahuan baru saja, yaitu
pada abad ke -19. Walaupum masalah-masalah khhusus tersebut terpisah, tetapi keseluruhan
masalah itu dimunculkan pada suatu tingkat yang paling umum, misalnya, apakah
agama dan akal dapat disesuaikan. [43]
Namun, tidak diragukan lagi,
bahwa pernyataan terhadap keritik masyarakat muslim itu dan kemacetan jalan
keluarnya, sudah tersedia jawabannya. Jawaban itu telah dipersiapkan dan diramu
oleh gerakan-gerakan pembaharuan yang lebih dahulu. Gerakan-gerakan pembaharuan
itu, dengan melalui penolakan mereka terhadap penguasa-penguasa masa
pertengahan dan desakan mereka tentang ijtihad pemikiran pribadi secara
orisinil secara langsung membantu regenerasi intelektual Islam modern. Karena
itu, sambil menggeser otoritas, maka gerakan-gerakan yang lebih dulu,
menawarkan materi-materi yang sedikit baru untuk diintegrasikan kedalam pusaka
Islam dan menuntut untuk kembali ke Islam murni, dengan meninggalkan ruang dan
lapangan ijtihad, yang semestinya secara aktual mengelola kekosongan yang
diperlukan, sehingga ruang yang kosong itu kini di isi dengan pradaban-pradaban
intelektual modern.
Suatu seruan umum kepada
masyarakat muslim, agar mereka menegakkan standar-standar intelektual dan moral
mereka untuk menghadapi bahaya-bahaya ekspansionisme Barat, telah dikeluarkan
oleh Jamaluddin al-Afghani (1255-1315 / 1839-1897), modernis muslim pertama
yang sungguh-sungguh.[44]
Walaupun dia tidak mengajukan modernism intelektual itu sendiri, namun dia
mengemukakan pendapat yang kukuh untuk mengelola disiplin-disiplin filsafat dan
keilmuan dengan mengembangkan kurukulum lembaga-lembaga pendidikan, agar
dilakukan pembaharuan-pembaharuan pendidikan secara umum. Cita-cita utamanya
itu jelas memperkuat dunia Islam secara politis dalam menghadapi Barat. Tetapi
hal itu tidak mengurangi posisinya sebagai seorang pembaharu yang kuat dan
efektif secara umum. Dia membangkitkan kaum muslimin agar mengembangkan ajaran Islam masa pertengahan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan masyarakat modern.
b.
Modernisme Politik
Sejak dampak-dampak
ekspansionis Barat atau wilayah-wilayah Muslim, sesudah kegagalan militer
pertama dan perlawanan politik mereka melawan Barat, telah disibukkan dengan
masalah reorganisasi politik yang efektif. Masalah-masalah yang dipandang
pertama kali sebagai militer murni, yang menimbulkan kesadaran akan perlunya
pembaharuan politik, sehingga rekonstruksi tidak mungkin tanpa pembaharuan sosial
dan modernisasi ekonomi. Dan karena modernisasi sosial ekonomi tidak dapat
dilaksanakan tanpa perundang-undangan yang baru (disamping pendidikan) yang
juga bergantung pada otoritas politik, maka soal-soal pembaharuan sosial dan
hukum tidak dapat lepas dari masalah-masalah politik.
Ide pembaharuan politik yang
pertama disuarakan oleh modernis Jamaludin al-Afghani. Terdapat dua elemen yang
menonjol dalam pemikiran politiknya, yaitu: kesatuan dunia dan kependudukan
muslim. Ajaran persatuan dalam politik dunia muslim, yang dikenal sebagai Pan-Islamisme,
didorong oleh al-Afghani sebagai satu-satunya kubu yang efektif untuk melawan pelanggaran-pelanggaran
dominasi asing atas wilayah-wilayah muslim.[45]
Pengaruh al-Afghani telah
membantu secara langsung pemberontakan Pasha Arabidi Mesir dan gerakan
konstitusional di Persia, namun kekuatan tuntutan pada umumnya terasa di Turki
dan India. Dalam kegiatannya menuntut untuk melawan Barat, al-Afghani tidak
hanya membangkitkan perasaan yang kuat terhadap Islam secara universal
melainkan juga sentiment-sentimen nasional atau lokal dalam berbagai negeri.
Pengaruh pembaharuannya yang sedang hangat tersebut, telah menjadi
petunjuk-petunjuk bagi Pan-Islamisme dan nasionalisme, dalam konflik antara
yang satu dengan yang lainnya. Walaupun idealisnya Pan-Islamisme tidak berhasil
dalam kerangka yang kongkrit, namun hal tersebut telah mengilhami berbagai kelompok
aktifis diberbagai wilayah dan kehidupan secara menyolok.
Meskipun perasaan terhadap
Pan-Islamisme itu kuat, tetapi nasionalisme melakukan penerobosan ke dalam dunia Muslim
dan diwujudkan secara resmi, dengan suatu penekanan khusus pada ideologi-ideologi
Negara dalam negeri-negeri Muslim tertentu.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pemikiran politik Islam Jamaludin
al-Afghani,
1.
Ada dua
unsur utama dalam pemikiran politik al-Afghani yaitu kesatuan dunia Islam (Pan
Islamisme) dan Populisme (Demokrasi).
Pemikiran Politik Islam yang dicetuskan oleh Sayid Jamaludin
al-Afghani. Banyak pihak telah menyambut
baik dan yakin dengan ide yang dikemukakan oleh al- Afghani ini seperti, pergerakan, parti politik dan sosial budaya.
Walaupun al-Afghani sendiri tidak pernah menubuhkan partai politik untuk memperluaskan
perjuangannya.
Di antara ide atau gagasan tentang pemikiran beliau yang mendapat
tempat utama di dalam hati masyarakat ialah ide dan seruannya mengenai
Pan-Islam yang menuntut umat Islam bersatu-padu dan menentang terhadap serarang
bentuk apapun dari penjajahan pihak luar. Gagasan ini telah diyakini dapat
menaikkan semangat masyarakat Islam
untuk bertindak melawan bangsa asing terutamanya bangsa Eropa yang telah
memporak-porandakan Negara Islam pada
zaman itu.
Pan Islamisme yang Jamaludin al-Afghani suarakan dalam
pembaharuannya adalah:
1.
Dalam
Bidang Politik, campur tangan bangsa Eropa dalam mengatur pemerintahan di
berbagai Negara Islam membuat ummat muslim menjadi tidak nyaman. Untuk itu,
Jamaludin al-Afghani menyuarakan supaya tampuk pemerintahan sepenuhnya dipegeng
oleh orang yang bertanggungjawab dan beragama Islam.
2.
Dalam
Bidang Sosial, akidah dan pemahaman ummat Islam semakin lama semakin buruk
akibat salah memahami ajaran Islam yang sesungguhnya, akibatnya membuat ummat
muslim menjadi bimbang dan ragu terhadap Islam. Maka Jamaludin al-Afghani
berusaha untuk menyuarakan agar umat muslim selalu menggunakan akal pikiran dan
selalu berpatokan kepada al-Qur’an dan al-Hadist dalam memahami ajaran Islam.
3.
Dalam
Bidang Kebudayaan, ummat muslim sudah mulai melupakan budaya yang dimiliki oleh
Islam yang tidak ternilai harganya, karena pengaruh dari budaya-budaya asing
yang masuk merusak akidah ummat. Untuk itu, jamaludin al-Afghani berusaha untuk
menyuarakan kepada seluruh ummat Islam agar dapat menghargai dan mengembangkan
budaya yang Islam miliki dan membuang yang negatif budaya yang datang dari
luar.
2.
Sedangkan
urgensi dari Pan Islamisme ialah agar supaya ummat Islam dapat bersatu kembali dalam
ikatan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian Islam dapat bertahan dan
berkembang kembali.
Jamaludin al-Afghani
tidak memandang rendah apa yang telah bangsa Eropa peroleh dengan kemajuannya.
Akan tetapi Al-Afghani sangat menginginkan bahwa dunia Islam dapat mengambil
contoh yang positif dari kemajuan Eropa demi kemajuan dunia Islam, dengan
mengambil system demokrasi yang ia nilai sesuai dengan kebutuhan dunia Islam
dan sesuai dengan syari’at dalam Islam.
B.
Saran
Dengan
memahami skripsi yang berjudul Pemikiran Politik Islam Sayid
Jamaluddin Al Afghani (Tentang Pan Islamisme) ini,
peneliti mengharapkan karya ilmiah ini bisa menjadikan suatu yang bermamfaat
bagi kita semua dan pada khususnya bagi mahasiswa program studi Filsafat Dan
Pemikiran Politik Islam. Dengan harapan semoga skripsi ini juga dapat dijadikan
sebuah referensi dan petunjuk bagi pembaca.
Dengan
selesainya karya ilmiah ini, penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini
memberikan salah satu perkembangan dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu Politik
yang Islami. Penulis juga mengharapkan agar hasil penelitian ini menjadi
inspirasi bagi peneliti untuk kedepannya dan dijadikan bagian dari rujukan bagi
para politisi dalam mengupayakan birokrasi yang ada di masa sekarang khususnya
di Indonesia.
Penulis
menyadari dalam penyusunan karya ilmiah ini masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan baik dari segi penulisan, penyusunan kata, maupun materi
yang ada di dalamnya. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan partisipasi para
pembaca untuk memberikan kritik serta saran buat penulis, demi kesempurnaan
karaya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Jamal
al-Din al-Afghani, Tatimmat al-Bayan Fi Tarikh al-Afghan, Kairo,
University Of Toronto Library, 1967
Asmuni
Yusran, Aliran Modern Dalam Islam, Surabaya, Al-Iklhas,1982
bambumoeda, Pan Islamisme (http://bambumoeda.wordpress.com/2011/02/23/pan-islamisme/,
Elvarina, Pengertian Dan Latar Belakang Pembaharuan Dalam Isla,. IAIN Raden
Fatah Palembang, Makalah, 2009
Hamid
Abdul, Pemiiran Modern Dalam Islam, Bandung, Cv. Pustaka Setia, 2010
Hamid
Abdul, Yahya, Pemikiran Modern Dalam Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia,
2010
Iqbal Muhammad Syaikh, Misi Islam, Jakarta, Offset Gunung Jati,
1982
Khoo Hasriadi Ristu, Makalah Jamaludin Al-Afghany: Penentang
Imperialisme Barat, PekanBaru, 2008
Maarif Syafii
Ahmad, Islam Dan Masalah Kenegaraan, Yogyakarta, LP3ES
Madjid Nurcholish, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta, PT
Bulan Bintang, 1985
Maryam Siti, dkk, Sejarah
Pradaban Islam dari masa klasik hingga modern, Yogyakarta, LESFI, 2003
Nasution Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran
Dan Gerakan, Jakarta, PT Bulan Bintang, 1996
Nurdin Ibnu Hermawan Muh, Pemikiran Politik Islam Jamaluddin
Al-Afghani, Jakarta: UI Pres, 1993
Pasha Mustafakamal, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta,
LPPI, 2003
Rahman Fazlur, ISLAM,
Jakarta, PT. Bumi Aksara, 1993
Sjadzali Munawir, Islam Berbagai Perspektif, Yogyakarta,
LPMI, 1995
Sudirman Ahmad, Bidang Pemikiran Islam, Http://www.fare.com.01 juni 2005
Syafi’ie Kencana Inu, ilmu
pemerintahan & Al-quran.jakarta, PT Bumi Angkasa, 2004
Tahqiq Nanang, Politik Islam ,
Jakarta, UI Pres, 2003
Van Hoeve, Ensiklopedi
Islam (Pan Islam), Jakarta, PT. Ichtiar Baru, 1994
Zawawi Somad,
dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta, CV. Anda Utama
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, Jakarta, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an, 1985
[1] Muh Hermawan Ibnu Nurdin, Pemikiran Politik Islam Jamaluddin Al-Afghani. (Jakarta: UI Pres, 1993),
Hal. 1-2
[2] Drs. HM. Mustafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2003), Hal.
48-49
[3] Elvarina, 2009, Pengertian
Dan Latar Belakang Pembaharuan Dalam Islam, (IAIN Raden Fatah Palembang, Makalah,
2009), Hal. 6
[4] Ibid, Hal.6
[5] Elvarina, Pengertian
Dan Latar Belakang Pembaharuan Dalam Islam. (IAIN Raden Fatah Palembang: Makalah,
2009), Hal. 6009
[6]
Jamal al-Din
al-Afghani, Tatimmat al-Bayan Fi tarikh al-Afghan, (Kairo, University Of
Toronto Library,1967), Hal. 189. 190
[7] Drs. HM. Mustafakamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: LPPI, 2003), Hal.49
[8] Ristu Hasriadi Khoo, Makalah
Jamaludin Al-Afghany: Penentang Imperialisme Barat, (PekanBaru:
Makalah, 2008), Hal.4
[9] Ibid, Hal.3
[10] Ahmad Sudirman,
2005, Bidang Pemikiran Islam, Http://www.fare.com.01 juni 2005.Hal.1
[11] Ibid, Hal. 1
[12] Ristu Hasriadi Khoo, Makalah
Jamaludin Al-Afghany: Penentang Imperialisme Barat, (Pekan Baru: Makalah, 2008), Hal.3
[13] Ristu Hasriadi Khoo, Makalah
Jamaludin Al-Afghany: Penentang Imperialisme Barat, (PekanBaru: Makalah, 2008), Hal.3
[14] Munawir
Sjadzali, Islam Berbagai Perspektif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1995) , Hal. 169
[15] Sheikh
Muhammad Iqbal, , “The Mission Of Islam
(Misi Islam), ( Jakarta: offset Gunung Jati, 1982), Hal. 142.143
[16] Sheikh
Muhammad Iqbal, 1982, “The Mission Of
Islam (Misi Islam),( Jakarta: Offset Gunung Jati, 1982), Hal. 143.144
[17] Mustafa Kamal
Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
Sebagai Gerakan Islam (dalam perspektif Historis dan Ideologis), (Yogyakarta: LPPI, 2003), Hal. 47
[18] Mustafa Kamal
Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
Sebagai Gerakan Islam (dalam perspektif Historis dan Ideologis), (Yogyakarta: LPPI, 2003), Hal.48
[19] Harun
Nasution, 1996, Pembaharuan Dalam Islam
Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: PT.Bulan Bintang), Hal. 52
[20] Mustafa Kamal
Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
Sebagai Gerakan Islam (dalam perspektif Historis dan Ideologis), (Yogyakarta: LPPI, 2003), Hal.48
[21] Sheikh
Muhammad Iqbal, “The Mission Of Islam
(Misi Islam), (Jakarta: Offset Gunung Jati, 1982), Hal. 123-126
[22] Dikutip oleh
Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban pada buku Oemar Amin Hussein: Hal
161 dan penulis mengutip pada buku Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban,
2003, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam
(dalam perspektif Historis dan Ideologis), Hal.50
[23] Ibid, hal. 50
[24] Abdul Hamid,
Yaya, 2010, Pemikiran Modern Dalam Islam,( Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010), Hal. 249
[26] Abdul Hamid,
Yaya, 2010, Pemikiran Modern Dalam Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010), Hal.250
[27] Ibid. Hal. 250
[28] Mustafa Kamal
Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
Sebagai Gerakan Islam (dalam perspektif Historis dan Ideologis),(Yogyakarta: LPPI, 2003), Hal. 53
[29]A. Somad
Zawawi, dkk, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: CV. Aanda Utama), Hal. 880
[30] Abdul Hamid,
Yaya, Pemikiran Modern Dalam Islam,(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010),
Hal.250
[31] Abdul Hamid,
Yaya, 2010, Pemikiran Modern Dalam Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia), Hal.
246-247
[32] Bambomueda,
Pan Ilsmisme (http://bambumoeda.wordpress.com/2011/02/23/pan-islamisme/, Hal.1. 2
[33]Mustafa
Kamal Fasha, dkk, Muhammadiya Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakart: LPPI,
2000), Hal. 16-17
[34] Mustafa
Khamal, dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: LPPI,
2003), Hal. 16-32.
[35]Ahmad Syafii
Maarif, Islam Dan Masalah Kenegaraan, ( Yogyakarta: LP3ES), Hal. 42
[36]
Ibid. Hal.42
[37]
Ibid. Hal.43
[38]
Jamal al-Din
al-Afghani, Tatimmat al-Bayan Fi tarikh al-Afghan, (Kairo, University Of
Toronto Library,1967), Hal. 187
[39]
Jamal al-Din
al-Afghani, Tatimmat al-Bayan Fi tarikh al-Afghan, (Kairo, University Of
Toronto Library,1967), Hal. 187.188.189.190
[40]
Ibid. Hal. 191
[41]
Ahmad Sudirman, 2005, Bidang
Pemikiran Islam, Http://www.fare.com.01 juni
2005, Hal.5
[42]
Fazlur Rahman, Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,1993) Hal. 337
[43]
Ibid, Hal. 341.342
[44]
Ibid. Hal. 343
[45]
Ibid. Hal.360. 361
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM SAYID JAMALUDIN AL-AFGHANY (1255 – 1315 H/1839 – 1897 M) ( TENTANG PAN ISLAMISME)
Ditulis oleh Vika
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://vikaardiansyah.blogspot.com/2014/03/pemikiran-politik-islam-sayid-jamaludin.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Vika
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Post a Comment