Maksud Allah Memberi Ujian Kepada Kita
Monday, April 21, 2014
0
komentar
Apa sebenarnya maksud Allah memberi ujian kepada kita ?
السـلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Bagian I
Setiap manusia yang hidup pasti pernah mengalami sebuah kondisi
yang secara manusiawi berat untuk menerimanya। Dalam tuntunan Islam,
keadaan itu dinamakan ujian atau cobaan dari Allah Ta’ala.
Beberapa pertanyaan dalam hati…atau juga terkadang sering terlontar dari mulut kita : “ Kenapa cabaan datang kepadaku bertubi-tubi….Ada apa ini?”….atau “ Aku sudah sholat….sudah sedekah….kenapa kesuksesanku belum juga datang??” …….atau “Ya Allah ….orang yang aku kasihi…aku cintai…..telah Engkau putuskan ….Engkau ambil!!”……..atau yang lebih ekstrim, “ Kenapa Allah tidak sayang aku….Dimanakan Dia berada?”….dll.
Subhanallah……Maha Suci Allah, marilah kita jauhkan
prasangka buruk kepada-Nya। Allah Ta’ala Maha Tahu akan keadaan
hamba-hamba-Nya. Banyak ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan, bahwa
Allah Ta’ala tidak akan memberikan cobaan kepada hamba-Nya diluar
batas kemampuannya. Kita musti iman hal itu dan mesti meyakini hal
itu.
Sebuah kesalahan kolektif telah dilakukan oleh umat Muslim, setiap hari minimal dalam surat yang dinamakan ‘Tujuh yang Di ulang-ulang’…..atau juga sering disebut ‘Ummul Qitab’…. Atau juga disebut ‘Al Fatehaah’ ……dimana minimal dibaca 17 kali dalam sehari terdapat ayat yang berbunyi :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
1.5 Hanya Paduka yang kami sembah, dan hanya kepada Padukalah kami meminta pertolongan.
Hanya kita lafalkan sebagai sebuah rutinitas saja ? Dikala
rutinitas itu sudah kita laksanakan…menurut kita sudah lunas pula
kewajiban kita ? Kenapa tidak kita baca dengan benar….kemudian kita
hayati…kemudian kita amalkan ayat tersebut ? Kenapa pula kita lebih
senang dengan cara-cara Instan untuk mendapatkan sesuatu ?
Bahkan….kita lebih mempercayai pertolongan dan daya upaya orang lain
daripada Tuhannya sendiri ? Padahal setiap hari kit abaca ayat-Nya
itu? Tidak sadarkah kita bahwa segala sesuatu yang akan terjadi …telah
terjadi…dan sedang terjadi….semuanya adalah atas ijin dan
perkenan-Nya ?
Dibawah ini kami sampaikan pula beberapa dalil dan nash yang Insya
Allah dapat menambahkan keimanan kita, dan membuka wawasan kita ……
Kenapa sampai cobaan dari Allah itu hadir untuk kita ?
Menurut Hadits Qudsi :
“Yaquwlu Allahu Ta’alaa Limalaa ‘Ikatihii : In Tholiquw
Liyaa ‘Abdii Fashubbuw ‘Alayhil Balaa’a Shobba Fa Inni Uhibbu An
Asma’a Showtaru.”
Terjemahannya : Allah berfirman kepada
Malaikat-Nya : “Pergilah kepada hamba-Ku। Lalu timpakanlah
bermacam-macam ujian kepadanya karena Aku hendak mendengar suaranya.” ( HQR Thabarani yang bersumber dari Abu Umamah r.a. )
Berdasarkan Hadits Qudsi tersebut, Allah Ta’ala telah memerintahkan
kepada para malaikat-Nya, yang tidak pernah durhaka dan selalu
melaksanakan perintah-Nya, untuk melakukan berbagai ujian dan cobaan
kepada hamba-hamba-Nya, dengan salah satu tujuan yaitu : terdengar
suara hamba-Nya yang sedang diuji tersebut। Allah Maha Mengetahui apa
yang tersembunyi dan yang tergores dalam hati hamba-hamba-Nya.
Hidup ini tidak akan pernah sunyi akan : senang dan susah….atau suka dan duka. Keduanya berjalan silih berganti, sebagai sebuah sunatullah….ketetapan-Nya.
Hidup ini penuh dengan cobaan, karena segala sesuatu jika tidak
diuji, tidak pula nampak keasliannya. Seorang pelajar ….untuk bisa
dikatakan naik tingkat, dia harus menjalani ujian terlebih dahulu.
Seorang Karyawan pun demikian pula, bila akan naik pangkat. Para
pedagang pun akan menguji barang dagangannya untuk mengetahui
keasliannya, supaya dia tidak tertipu. Bukankah demikian ? Kenapa
untuk urusan duniawiah kita tidak protes ? Tidak unjuk rasa ? Tapi
tatkala ujian datang dari Allah …kita menggerutu….buruk sangka
kepada-Nya? Astaghfirullahal’adzim……marilah kita perbanyak istighfar।
Firman Allah dalam surat Al Ankabut (29) : 2-3 :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum
mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Marilah kita simak dan hayati pula Firman Allah dalam Surat Al-Kahfi (18) : 7-8 :
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
Sesungguhnya Kami telah
menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيداً جُرُزاً
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.
Bagian II
Ujian tidak hanya berupa kesusahan, kesulitan, dan kesakitan saja,
akan tetapi dapat pula berbentuk kesenangan, seperti : kedudukan,
harta, dsb। Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al Anbiyaa (21) : 35 :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).
Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Ujian dari Allah yang berupa nikmat harta dan berbagai kesenangan,
pada hakekatnya lebih berat daripada ujian dalam wujud kesusahan dan
bencana। Orang akan cenderung ingat …dan kembali kepada
agamanya….beribadah kembali dengan giat….memohon kembali kepada
Tuhannya sambil menangis tersedu-sedu….bila ia tertimpa kesusahan dan
bencana. Kebanyakan orang tidaklah demikian bila ia sedang dalam
kegembiraan dan kesenangan. Bukankah demikian ? Batapa tidak adilnya
kita ….betapa tidak malunya kita !!! Astaghfirullahal’adzim…॥marilah kita perbanyak istighfar.
Bagaimana seandainya kondisi itu dibalik…॥tatkala kita menjadi
seorang pempimpin, kemudian anak buah kita berperilaku demikian…।dia
ingat kita pada saat dirinya menderita …. Dikala senang ‘lupa-lupa
ingat’….seperti judul sebuah lagu. Apa yang akan kita lakukan
terhadapnya ? Marah ? Menegurnya ? Memecatnya ? Mungkin hal-hal yang
berbau nafsu lainnyalah yang akan kita lakukan….akan tetapi Allah
Ta’ala ?? Allah Ta’ala tetap Maha Rahman dan Rahiim bukan ? Maha
Pengasih dan Penyayang bukan ?
Kekayaan, harta, pangkat, kemegahan, kekuasaan adalah ujian
terberat bagi seorang manusia, apabila dia sadar dan mengetahuinya Hal
itu pun merujuk pada firman Allah Ta’ala dalam Surat Al ‘Alaq (96) : 6-8 :
كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى
karena dia melihat dirinya serba cukup.
إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
Rasulullah SAW pernah pula bersabda :
“ Wa Allahi Maal Faqru Akhsyaa ‘Alaykum Walaakinni Akhsya
An Tubsathaad Dunyaa ‘Alaykum Kamaa Busithot ‘Ala Man Kaana Qoblakum,
Fanunaa Fisuwhaa, Kamaa Tanaa Fasuwhaa Fatahlikakum Kamaa Ahlakathum.” Terjemahannya :
Demi Allah, bukanlah kefakiran atau kemiskinan yang aku
khawatirkan atas kalian, akan tetapi justru aku kuatir ( kalau-kalau)
kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana yang telah diberikan
kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam
kemewahan itu sehingga binasa, sebagaimana mereka bergelimang dan
binasa pula ( HR. Bukhari )
Ujian dan Cobaan dari Allah itu bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat pula। Ada ujian yang menimpa tubuh (kesehatan),
anak (kenakalan), harta kekayaan (miskin atau kaya), kekuasaan (
diberi amanat atau dikhianati), jabatan (promosi atau degradasi),
aqidah (murtad atau mu’allaf), dsb. Demikian pula perintah dan
larangan dalam Agama Islam sendiri termasuk juga sebuah ujian dan
cobaan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ‘Agama adalah Ujian
dan Cobaan’.
Pada bagian terdahulu telah kita bahas tentang ujian yang terberat
yang menimpa seorang manusia adalah kesenangan dan kemewahan dunia।
Pada bagian ini akan kita bahas ujian yang teringan yang akan menimpa
manusia.
Ujian teringan adalah yang menimpa pada tubuh (mis। penyakit,
kecelakaan, dll). Ujian pada tubuh ini mempunyai tujuan untuk menguji
kesabaran, kerelaan dalam menerima qodlo’ dan qodar dari Allah Ta’ala.
Jika memang lulus, dengan indikator : sabar, msks ditetapkan-Nya lah
pahala dan dihapuskan dari sebagian dosa atau pun diangkat derajatnya,
hingga ujian itu menjadi sebuah rasa nikmat baginya.
Sebagaimana Hadits Rasulullah SAW berikut :
“Maa Min Muslimin Yushiybuhu Aza, Syaw Katun Famaa Fawqohaa
Illaa Kaffaro Allahu Bihaa Sayyi’aa Nihi, Wa Huththon ‘Anhu
Dzunuubuhu Kamaa Tahuththusy Syajarotu Wa Ro Fahaa.”, terjemahannya :
Tidak ada seorang Muslim pun yang ditimpa gangguan semacam
tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya melainkan dengan ujian
itu dihapuskan Allah perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya
sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya.
(HR. Muttafaq’alaih)
“ Maa Yazaalul Balaa’u Bil Mu’mini Wal Mu’minati Fiy Nafsihi
Wamaalihi Wa Waladihi Hatta Balqo Allaha Wamaa ‘Alayhi Khothiy’at.” Terjemahannya :
Ujian yang tiada henti-hentinya menimpa Kaum Mu’minin pria atau
pun wanita, yang mengenai dirinya, hartanya, anaknya, tetapi ia tetap
sabar, ia akan menemui Allah dalam keadaan tiada berdosa. (HR. Turmudzi)
“Maa Yushiybu Min Nashobin Walaa Hamin Walaa Hazhanin Walaa
‘Adzan Walaa Ghomin, Hattasy Syawkati Yusyaa Kuhaa Illaa
Kaffaro-Allahu Bihaa Min Khothooyaahu.” Terjemahannya :
Tidak ada mushibat yang menimpa seperti keletihan, kelesuan,
sakit, duka, susah atau gangguan sekedar tusukan duri sekalipun,
melainkan dihapuskan oleh Allah sebagian dari dosanya.
(HR. Bukhori dan Muslim )
“Inna Likulli Ummatin Fitnatan, Wa Fitnatu Ummatiyl Maalu”, terjemahannya : Sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian, dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan. (HR Turmudzi)
Dalam sebuah Hadits Qudsi dikemukakan :
“Ibnaa Aadama, ‘Indaka Maa Yakfiyka, Wa Anta Tathlubu Maa
Yuthghiyka. Ibna Aadama, Laa Bi Qoliylin Taqna’u, Wa Laa Bikatsiyrin
Tasyba’u. Ibna Aadama, Idzaa Ashbahta Mu’aafa Fiy Jasadika, Aamina Fiy
Sirbika, ‘Indaka Quwtu Yawmika, Fa’alaad Dunyaal ‘Afaa’u.” terjemahannya :
Wahai Anak Adam ! Padamu telah ada kecukupan, namun engkau
masih saja mencari-cari apa yang nantinya akan menjadikan engkau
melampaui batas. Wahai Anak Adam ! Engkau ini tidak puas dengan yang
sedikit dan tidak kenyang dengan yang banyak. Wahai Anak Adam !
Apabila pagi-pagi jasadmu telah diberi sehat dan afiat, merasa aman
dalam lingkungannya dan mamiliki makanan untuk hari itu, tak perlu kau
pedulikan lagi apa yang terjadi terhadap dunia.
Bagian III
Ujian berupa cinta akan melampiaskan
hafa nafsunya dan dalam rangka fitrah manusia melanjutkan
keturunannya, dapat kita pelajari dari firman Allah Ta’ala :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء
وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak
[l86] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Dalam kisah para Nabi dilukiskan bahwa Nabi Ibrohim a।s.
mendapatkan ujian untuk menyembelih anak kandungya sendiri (beliau
Nabi Isma’il a.s). Berkat kepatuhan, ketaatan, dan keimanannya kepada
Allah Ta’ala, beliau Nabi Ibrohim a.s. lulus dari ujian tersebut,
sehingga nabi Isma’il selamat dari pisau ayahnya sendiri dan
digantikan oleh Allah Ta’ala dengan biri-biri sebagai korban yang
sebenar-benarnya. Disamping itu kita ketahui bersama, dan sejarah pun
membuktikan, betapa karunia yang diberikan kepada Allah Ta’ala sungguh
sangat besar dan luar biasa kepada beliau, dimana anak keturunan
beliau banyak yang menjadi Nabi dan Rasul, sehingga beliau dijuluki
sebagai Bapak Nabi. Sungguh kenikmatan dunia dan akhirat yang sangat
besar, dan merupakan cita-cita setiap orang yang beriman di dunia ini.
Demikian pula, ujian berat bagi kaum laki-laki adalah ujian kaum
perempuan, ujian si rambut panjang, sebagaimana Hadits Nabi SAW
berikut :
“Maa Taroktu Ba’diy Fitnatan Adhorro ‘Alar Rijaali Minan Nisaa’i.” terjemahannya :
Sepeninggalku tiadalah ujian yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki kecuali godaan kaum perempuan. (HR. Bukhori)
Adapun ujian yang menyebabkan manusia mudah
tergelincir adalah ujian mengenai AQIDAH dan Agama। Banyak orang yang
mengaku Muslim, Beriman, termasuk pula …॥ maaf : Alim ‘Ulama
didalamnya, setelah diuji Iman dan Agamanya oleh Allah SWT dengan
berbagai cobaan, ternyata lemah dan terjerumus dalam lembah syahwat
serta keinginannya menjadi sesat.
Marilah kita renungkan dan pahami bersama ayat-ayat-Nya yang tedapat pada Surat Al Ankabut (29) : 10 – 11 sebagaimana berikut :
مِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ
فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِن جَاء
نَصْرٌ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ
اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: "Kami beriman
kepada Allah", maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada
Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah . Dan
sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan
berkata: "Sesungguhnya kami adalah besertamu". Bukankah Allah lebih
mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?
وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ Dan
sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman:
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.
Dijelaskan pula dalam Hadits Rasulullah SAW sebagai berikut :
“ Asyaddunnaasi Balaa’al Anbiyaa’u Tsummal Amtsalu Faal
Amtsalu.Yubtalar Rojulu ‘Alaa Hasabi Diynihi. Fa Inkaana Syadiyda Fiy
Diynihi Shulbasytada Balaa’uhu Wa Inkaana Fiy Diynihi Riqqotub
Talaahu-Allahu ‘Alaa Hasabi Diynihi, Famaa Yab Rohul Balaa’u Bil ‘Abdi
Hatta Bayrukahu Yamsyiy ‘Alaal Ardhi Wa Laysa ‘Alayhi Khothiy’atun.” Terjemahannya :
(Tingkat berat ringannya ujian disesuaikan dengan kedudukan
manusia itu sendiri)। Orang yang sangat banyak mendapat ujian itu
adalah para Nabi, kemudian baru orang-orang yang lebih dekat
derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat. Orang diuji
menurut tingkat ketaatannya kepada Agama. Jika ia sangat kukuh dan
kuat dalam agamanya, sangat kuat pula ujian kepadanya dan jika lemah
agamanya, diuji pula oleh Allah sesuai dengan tingkat ketaatan kepada
agamanya. Demikianlah bala dan ujian itu senantiasa ditimpakan kepada
seorang hamba sampai ia dibiarkan berjalan dimuka bumi tanpa dosa apa
pun. (HR. Turmudzi)
Dari keterangan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa bala’,
ujian, dan cobaan kepada seorang hamba Allah adalah bertujuan :
1. Membersihkan dan memilih serta menggolongkan tingkat kesabaran, keimanan, ketaatan, atau bahkan kemunafikan seseorang.
2. Bila kita dapat lulus dari ujian tersebut, dapat mengkangkat
derajat dan menghapuskan dosa serta kekhilafan yang pernah kita
lakukan.
3. Mambentuk dan menempa kepribadian seorang Mukmin, agar menjadi
pribadi yang benar-benar tahan ujian serta melahirkan umat yang
memiliki budi pekerti luhur.
4. Latihan dan pembiasaan sehingga setiap manusia yang diuji dan
dicoba akan bertambah sabar, kuat cita-citanya dan tetap pendiriannya.
(Ringkasan tulisan M Ali As-Shabuni, Rabithah Alam Islami No. 4 tahun IV Bulan September 1966)
Sebagai penutup marilah kita senantiasa mengingat, merenungkan, dan mengamalkan ayat-ayat-Nya yang berbunyi dalam Surat Ash-Sharh (94) :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ
yang memberatkan punggungmu ?
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu ,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain ,
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Maha Benar Allah dengan segala macam firman-Nya
والسـلام عليكم ورحمة الله وبركات
Baca Selengkapnya ....